Dia mengatakan, tim akan meneliti setiap alternatif pembangunan jalan tol di kawasan Serangan-Tanjung Benoa, termasuk berbagai kemungkinan dampak dari pembangunan jalan tol tersebut. "Tim ke sana untuk melihat kembali, semoga pembangunan jalan tol tersebut tidak merusak lingkungan," ujarnya.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Koordinator Perekonomian Selasa lalu (11/1), kata Djoko, terdapat empat alternatif yang dapat digunakan dalam pembangunannya. Di antaranya dengan membangun jembatan sepanjang 7,5 kilometer dengan nilai investasi Rp 1,5 triliun, kanal atau terowongan dengan biaya Rp 5,1 triliun, jembatan 9,6 kilometer dengan biaya Rp 2,9 triliun.
Alternatif lainnya, masih berupa jembatan sepanjang 11,5 kilometer dengan investasi Rp 1,37 triliun, yang merupakan prakarsa dari konsorium BUMN.
Berbagai alternatif tersebut dibuat karena rencana awal pembangunan jalan dari Serangan menuju Tanjung Benoa bisa mengganggu jalur penerbangan dan pelayaran di sana. Padahal rencana tersebut sudah diprogramkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional.
"Namun perkembangan terakhir, ternyata pembangunan di sana tidak bisa dilakukan karena di sisi pantai itu terdapat Pelabuhan Tanjung Benoa yang kawasannya semakin membesar," papar Djoko Kirnanto.
Menurut Djoko, jika jembatan jadi dibangun di tempat yang sama, dibutuhkan jarak ruang (clearance) yang tinggi. Namun dengan jarak ruang yang tinggi dapat mengganggu alur lintas pesawat di udara. Sedangkan jika dibangun terlalu rendah, dapat mengganggu jalur pelabuhan.
Djoko menjelaskan, dalam rapat tersebut akhirnya disepakati untuk memilih pembangunan jalan tol yang menyusuri pantai. Lokasi tersebut dipilih karena dinilai memakan biaya konstruksi yang rendah dan tidak merusak lingkungan. "Di sana memang terdapat hutan bakau. Untuk itu kami mengirim tim untuk meneliti kembali mengenai dampak lingkungan. Jangan sampai pembangunan tersebut merusak hutan bakau," ucapnya.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Ahmad Ghani Gazali mengatakan, studi kelayakan atau feasibility study dilakukan agar pembangunan jalan tol Sarangan-Tanjung Benoa tidak berdampak buruk bagi kepentingan lainnya. "Nanti kalau (studi kelayakan) sudah jadi, dilihat lagi bagaimana," tuturnya.
Ghani menambahkan, dengan adanya rencana perubahan rute Serangan-Tanjung Benoa yang awalnya bakal dibangun di sebelah timur menjadi ke sebelah barat Tanjung Benoa, harus terlebih dahulu dilakukan revisi terhadap RTRW. ”Sesudah itu baru bisa berjalan," katanya.
Ghani menjelaskan, perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT) Serangan-Tanjung Benoa belum selesai dibuat. "Itu masih terbuka dan juga belum ditenderkan."
Ghani juga mengatakan, ruas jalan tol Serangan-Tanjung Benoa tidak termasuk dalam 30 jalan tol yang bakal dibangun Kementerian Pekerjaan Umum.
Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Waskito Pandu, sebelumnya ruas jalan tol Serangan – Tanjung Benoa pernah ditenderkan pada tahun 2008. Namun, tidak ada peminatnya. "Tingkat kelayakan proyek jalan tersebut relatif rendah," urainya.
Selain itu, kata Pandu, ada persyaratan yang diberikan oleh pihak terkait agar tidak mengganggu penerbangan dan pelabuhan di sana. "Kementerian Perhubungan membuat syarat agar jembatan dibuat setinggi 45 meter di atas permukaan laut. Sedangkan bandar udara tidak mengizinkan jembatan dibangun di atas ketinggian 45 meter," ujarnya.
Untuk itu, dicarilah alternatif lain. Sebab, menurut Pandu, jalan tol itu diperlukan untuk mengatasi kemacetan jalan yang menuju Bandara Ngurah Rai. Selain itu memang diperlukan alternatif baru untuk menuju ke bandara.
Pandu mengatakan, pemerintah lebih mengacu kepada pilihan keempat karena memang memiliki konstruksi bakal lebih mudah. Selain itu, penanganan di sana pun lebih sederhana. "Tapi masih diperlukan studi amdal (analisis mengenai dampak lingkungan)," jelasnya.
Mengenai skema pengusahaan terhadap jalan tol ini, ujar Pandu, bagi konsorsium yang mengajukan proposal ke pemerintah bakal mendapatkan bonus serta memiliki hak untuk mengikuti tender (right to match), dan juga hak untuk kekayaan intelektual. "Apabila disetujui bakal ditenderkan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha," katanya. SUTJI DECILYA.