TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengakui kesulitan dalam mengungkap kasus kekerasan terhadap warga di Puncak Jaya, Papua. "Kami hanya diberikan waktu 1 bulan untuk melihat 54 kasus di sana, dan dalam 1 bulan kami hanya bisa ungkapkan tiga kasus," kata Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM, Ridha Saleh di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 14 Januari 2011.
Pernyataan tersebut untuk menanggapi tudingan bahwa Komnas HAM gagal memberikan keadilan bagi masyarakat Papua dalam kasus kekerasan di Puncak Jaya. Sebelumnya, sebanyak 30 orang wakil masyarakat sipil dari Papua mendatangi kantor Komnas HAM. Mereka menyatakan komisi seharusnya sudah dapat menggolongkan kekerasan di Puncak Jaya ke dalam pelanggaran HAM berat.
"Tapi dalam satu bulan itu kami tidak bisa temukan satu bukti terkait perintah agar itu dibilang sistemik, dan bisa dinyatakan pelanggaran berat HAM," kata Ridha.
Massa yang datang juga menilai pengadilan militer tidaklah cukup untuk menyelesaikan kasus kekerasan di Papua, yang masih terus terjadi. Menurut koordinator aksi, Dorus Wakum, dengan terjadinya banyak kasus, dan juga diketahui adanya alur perintah dari atasan TNI, seharusnya apa yang terjadi di Papua bisa dinyatakan sebagai pelanggaran berat HAM. Namun dalam rekomendasinya, Komnas HAM tidak menyatakan pelanggaran berat.
Ridha pun memahami kritik masyarakat itu. Rekomendasi komnas HAM, lanjut Ridha, memang tidak dapat memuaskan banyak pihak. Sejauh ini Komnas terus menerus merespon segala macam pengaduan kekerasan yang masuk. "Kami akan terus lakukan upaya politik dan pencarian bukti-bukti lainnya, juga mendorong proses dialog di Papua."
Komisioner Komnas HAM, Yosep Adi Prasetyo menambahkan, suatu kasus kekerasan untuk dinyatakan sebagai pelanggaran HAM tidaklah semudah itu. Menurutnya, harus ada bukti bahwa kasus tersebut terjadi berulang dan adanya perintah, barulah dapat dikatakan sistematis. "Pelanggaran HAM berat tidak hanya bisa dikatakan setiap terjadinya penganiayaan," kata dia.
Komnas juga harus bersikap hati-hati dalam menetapkan sesuatu kasus. "Nanti Kalau tidak terbukti dengan pro-yustisia, jangan sampai pelakunya malah bebas," ujar Yoseph.
RIRIN AGUSTIA