US$ 120 per barel," kata Erani dalam Diskusi Ekonomi Politik di Jakarta, Rabu (19/1).
Pemerintah diminta mengambil kebijakan tepat untuk menghadapi kenaikan harga kedua komoditas tersebut. Erani juga mengatakan, untuk mengatasi masalah pangan yang utama adalah peningkatan produksi. Namun, penting pula pembenahan tata niaga impor dan distribusi.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk menjaga stabilitas pangan saat ini adalah menurunkan bea masuk komoditas pangan. Kebijakan ini dinilai sudah benar, namun harus menjadi kebijakan terbuka. "Misalnya untuk kebijakan penghapusan bea masuk beras. Izin impor bisa ditinjau kembali saat panen pada Februari," ujarnya.
Ekonom CSIS, Pande Radja Silalahi juga meminta pemerintah lebih banyak terlibat dalam distribusi komoditas pangan. Dia mencontohkan dalam distribusi cabai yang rentan dipengaruhi
spekulasi pada rantai distribusinya. "Kenaikan harga cabai biasanya karena pengumpul dan pedagang besar menaikkan harga lebih tinggi. Mereka tidak salah, karena mereka pedagang," kata Pande. Menurut dia, pedagang atau spekulan menjadi salah jika menghalangi distribusi sampai ke konsumen. Sedangkan
pedagang yang mengambil untuk besar itu bukan penimbun.
Pemerintah harus mempunyai tandingan dari para spekulan itu dengan membuat trading house. Menurut Pande, trading house mampu mengatasi spekulan sebab petani jadi punya pilihan untuk menjual hasil panennya. Petani juga bisa menjual hasil panen dengan harga dan keuntungan yang
wajar pada trading house.
EKA UTAMI APRILIA