Pemiliknya, Kusnaedi (74), seorang purnawirawan tentara, sudah dijadikan tersangka bersama dua orang pengawas SPBU bernama Sailan dan Pasir Ahmadi. "Dua orang pengawas itu sudah ditahan, sementara pemiliknya masih diperiksa," ujar Eko.
SPBU 34-17405 di Jalan Rara Hankam Pondok Melati Nomor 31, Bekasi, tersebut mengurangi takaran penjualan BBM dengan cara mengganti alat pemutar di dalam mesin pompa dispenser. "Diganti dengan gear dari besi," kata Eko. Gear tersebut diganjal dengan pen kawat sehingga pengeluaran BBM dari dispenser melambat.
Gear besi itu, disebutkan Eko, dipesan Kusnaedi dari seorang teknisi bernama Teguh untuk dipasangkan di dua dispenser merek Tohkeim miliknya. "Tapi dia mengaku Teguh sudah meninggal dunia," ujarnya.
Eko menjelaskan SPBU Pertamina yang belum berstandard Pasti Pas itu mengurangi 60 mililiter hingga 200 mililiter setiap penjualan per liter. Dalam sehari, SPBU itu menjual 12 ton Premium dan dua ton Pertamax.
Menurut Eko, SPBU tersebut telah tiga tahun melakukan kecurangan. "Dari awal berdiri," katanya. Setelah mendapat laporan dari warga, polisi sudah menjadikan tempat tersebut target operasi sejak setahun lalu.
Eko mengutarakan polisi sempat kesulitan membuktikan kecurangan ini. "Setiap diuji tera, pen untuk mengganjal itu ditarik dengan tali, jadi normal lagi," ujarnya.
Selain menangkap tiga orang tersangka tersebut, polisi juga memeriksa empat orang saksi karyawan SPBU. Pemeriksaan terhadap teknisi perusahaan dispenser Tokheim dan ahli-ahli dari YLKI, Balai Metrologi, dan Pertamina juga telah dilakukan.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan atau Pasal 32 juncto Pasal 25 huruf d dan e juncto Pasal 27 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 28 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
PUTI NOVIYANDA