Wahyu menjelaskan, kampanye ini digagas sebagai panduan bagi para jurnalis yang hendak menegosiasikan kebijakan pengupahan di perusahaan mereka masing-masing. Mekanisme yang merujuk pada Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 17 tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak itu diberlakukan bagi jurnalis yang baru saja diangkat menjadi karyawan tetap.
Menurut Wahyu, kondisi pengupahan yang memadai memiliki arti penting bagi upaya membangun pers yang berkualitas di negeri ini. Tanpa jaminan pendapatan yang memadai, kata dia, jurnalis akan menggadaikan harga diri mereka dan rentan terjebak pada praktek suap dan sogok yang menggerus indepedensi mereka dalam membuat produk jurnalistik. ”Akibatnya publik akan mendapat informasi yang bias kepentingan dan manipulatif,” katanya.
Besaran upah layak diperoleh berdasarkan survei terhadap harga sejumlah produk yang berlaku secara rata-rata di mini market. Pemilihan sampel mini market kami anggap mampu mewakili gambaran kebutuhan hidup lantaran harga yang digunakan relatif seragam jika dibandingkan dengan harga produk yang berlaku di pasar tradisional. ”Beberapa produk diantaranya seperti kebutuhan sandang kami peroleh dari pasar modern kelas menengah,” kata Wahyu.
Survei memperlihatkan dinamika harga yang cukup variatif jika dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan harga terjadi hampir disetiap komponen kebutuhan baik sandang, pangan dan papan. Adapun kenaikan yang cukup mencolok terlihat pada kebutuhan kamar kos yang besarannya mencapai Rp 700 ribu untuk masa sewa selama satu bulan. “Kebutuhan papan secara rata-rata mengalami kenaikan sebesar Rp 100 ribu,” kata Wahyu.
Selain kampanye upah layak, AJI Jakarta juga kembali merilis survei gaji jurnalis Jakarta. Survei tersebut mengacu pada gambaran kondisi pengupahan yang diperoleh seorang jurnalis yang baru saja diangkat menjadi karyawan tetap. Adapun besaran gaji yang kami survei merupakan gaji pokok plus tunjangan tetap yang diperoleh jurnalis setiap bulannya (Take Home Pay). “Sebagian jurnalis ternyata masih ada yang digaji dikisaran Rp 1 juta,” katanya.
AJI Jakarta menyadari jika belum banyak perusahaan media yang sudah memenuhi standar upah layak ini. Ada perusahaan yang memang belum mampu secara finansial, namun ada juga media yang sebenarnya mampu namun menghindar dari kewajiban ini, dengan berbagai alasan. “Penghargaan setinggi-tingginya kami berikan kepada empat perusahaan yang mampu menggaji diatas standar AJI: Kompas, Bisnis Indonesia, Jakarta Post dan Jakarta Globe,” ujar Wahyu.
Kampanye upah layak tahun ini tidak hanya digelar di Jakarta. Kampanye serupa digelar secara serentak di 15 AJI Kota yang tersebar di seluruh Indonesia, yakni: Surabaya, Kediri, Semarang, Yogyakarta, Medan, Bandar Lampung, Pontianak, Batam, Pekanbaru, Makassar, Kendari, Palu, Denpasar, Kupang, dan Jayapura. ”Standar paling tinggi berada di Papua,” ujar Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia, Winuranto Adhi.
Winuranto menjelaskan, kampanye pengupahan AJI tidak merujuk pada standar pengupahan Upah Minimum Kota yang selama ini kerap dijadikan patokan perusahaan dalam menggaji para jurnalisnya. Sebab, kata dia, standar tersebut tidak mencerminkan kondisi kebutuhan ril yang dialami jurnalis dalam menjalankan profesi mereka. “Kami juga masih mempertahankan komponen cicilan laptop, agar para jurnalis mudah mengakses dan menyuplai informasi,” ujarnya.
Di luar upah layak minimum ini, AJI meminta agar perusahaan media menerapkan sistem kenaikan upah reguler dengan memperhitungkan angka inflasi, prestasi kerja, jabatan, dan masa kerja setiap jurnalis. ”Selain itu kami juga meminta perusahaan media memberikan sejumlah jaminan, seperti asuransi keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan sosial bagi keluarganya,” kata Winuranto.
Survei gaji yang dilakukan AJI ternyata memperlihatkan fakta yang cukup mencengangkan lantaran masih ada media yang menggaji jurnalisnya di bawah angka UMK. Di Palu, misalnya, jurnalis di harian Media Alkhairaat dan mingguan Deadlinenews cuma mendapatkan gaji pokok Rp 500 ribu. Di Medan, Sumatera Utara, jurnalis radio City FM dan Star News, juga hanya memperoleh upah Rp 500 ribu-Rp 700 ribu, bahkan ada yang diupah berdasarkan hitungan berita.
Reporter Semarang TV, di Semarang Jawa Tengah juga bernasib sama, hanya bergaji Rp 700 ribu, tanpa mendapatkan tunjangan transportasi dan komunikasi. Sementara di Kediri Jawa Timur, KSTV memberikan upah jurnalis pada masa percobaan sebesar Rp 300 ribu, dan setelah diangkat sebagai karyawan, hanya bertambah menjadi Rp 500 ribu. ”Bahkan ada jurnalis yang bekerja tanpa mengetahui bawha dirinya memiliki hak cuti,” kata Winuranto.
RIKY FERDIANTO