TEMPO Interaktif, Jakarta - Prajurit TNI yang terbukti melakukan tindak kekerasan terhadap warga harus dikenai sanksi hukum. Hukuman itu sekaligus untuk memperbaiki institusi TNI, dan kembali ke taat asas.
"Ada atau tidak ada saksi, kalau itu pelanggaran, kita punya hukum sendiri. Karena tindakan (kekerasan) itu selamanya kena hukuman," kata Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal TNI George Toisutta, usai acara pembukaan Rapat Pimpinan TNI AD 2011 di Markas Besar TNI AD, Senin 24 Januari 2011.
Menurut George, tanpa harus ada instruksi atau imbauan dari Presiden pun, TNI akan menindak tentara pelaku kekerasan secara hukum dan diberi sanksi tegas. TNI juga akan menyelesaikan prosesnya secara transparan dan akuntabel.
"Tidak ada instruksi Presiden saja kita lakukan. Apalagi ada instruksi khusus, akan dilakukan tegas," ujar George.
Hari ini, tiga anggota Batalyon 753 AVT/Nabire Kodam XVII/Cenderawasih yang terlibat dalam penganiayaan warga di Puncak Jaya, Papua, divonis Mahkamah Militer III-19 Jayapura dengan hukuman 8 sampai 10 bulan penjara. Hakim Mahkamah Militer mengenakan para terdakwa dengan Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer tentang perbuatan tidak menaati perintah atasan.
Ketiga anggota itu yakni Wakil Komandan Pos Gurage Sersan Dua Irwan Risqianto yang divonis 10 bulan dipotong masa tahanan, Anggota Pos Gurage Prajurit Satu Thamrin Mahangiri divonis 8 bulan, dan Anggota Pos Gurage Prajurit Satu Yakson Agu divonis 9 bulan penjara.
Para anggota TNI itu melakukan penganiayaan terhadap Anggun Pugukiwo dan Telenggen Gire, warga sipil di Puncak Jaya, pada 27 Mei 2010 sekitar pukul 12.00 siang. Mereka disiksa dengan cara ditelanjangi dan disundut kemaluannya menggunakan kayu membara.
Seorang korban juga diikat menggunakan tali jemuran dan ditutup wajahnya menggunakan plastik hingga sulit bernapas. Terdakwa bahkan menginjak wajah korban serta mengancamnya dengan pisau.
MAHARDIKA SATRIA HADI