Dari 43 pelabuhan di wilayah Pelindo III, sebelas di antaranya mengalami pendangkalan. Salah satu pendangkalan terparah terjadi di Pelabuhan Kumai Kalimantan Tengah. Pelabuhan tersebut tidak mengalami pengerukan sejak 2001. Pendangkalan cukup parah juga terjadi di pelabuhan di Bengkulu.
"Pelindo berkali-kali meminta kepada pemerintah agar melakukan pengerukan, tapi tak pernah dipenuhi," ujar Direktur Pelindo II, RJ Lino. Selama ini saat pengerukan hasil kerukan dibuang kembali ke laut. Fakta ini menyebabkan kembali terjadi pendangkalan dengan cepat. "Pengerukan pun tak pernah dikerjakan dengan benar."
Pendangkalan pelabuhan menyebabkan kapal terhambat. Sehingga aktivitas bongkar muat barang dan lalu lintas ekonomi terganggu. Kondisi pelabuhan di bawah Pelindo I dan IV berbeda. Pendangkalan tak terjadi karena Pelindo berinisiatif melakukan pengerukan sendiri. "Kalau kami meminta ke pemerintah, itu butuh waktu lama," kata Harry Susanto, Dirut Pelindo I.
Alfred Natsir, Dirut Pelindo IV, mengatakan sebagian besar pelabuhan di Indonesia Timur bersifat alami. Sehingga pelabuhan tak bermasalah dengan pendangkalan. Sebanyak 22 pelabuhan di bawah Pelindo IV, 18 di antaranya pelabuhan alami. Sisanya pelabuhan artifisial yang tidak mengalami pendangkalan parah.
Sesuai aturan pengerukan seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Di wilayah Pelindo II, misalnya, pengerukan perlu dilakukan 600 ribu kubik saban tahun. "Seharusnya 2-3 tiga tahun sekali," ujarnya. Mengenai biaya pengerukan, Pelindo tak mengetahuinya. "Itu pemerintah yang tahu," jelasnya.
Pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil apa pun. Komisi BUMN tidak dapat mengambil kesimpulan karena Kementerian Perhubungan tidak hadir. "Pertemuan ini kami tunda untuk menghadirkan Direktur Jenderal Perhubungan Laut," kata Erlangga Hartarto, Ketua Komisi BUMN DPR.
RUSMAN PARAQBUEQ