TEMPO Interaktif, Jakarta -Inflasi hingga akhir tahun ini diperkirakan bisa mencapai 6,1-6,62 persen. Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Sasmito Bambang Brojonegoro menyatakan, potensi tekanan inflasi tahun ini terutama berasal dari pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dan capping tarif dasar listrik (TDL).
Simulasi inflasi yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal menunjukkan, tambahan inflasi akibat pembatasan konsumsi BBM bersubsidi mencapai 0,5-0,87 persen. Sedangkan dampak inflasi akibat dicabutnya pembatasan tarif dasar listrik mencapai 0,3-0,45 persen.
Kenaikan inflasi itu sudah memperhitungkan pembengkakan harga bahan pangan. "Jadi asumsinya, inflasi karena bahan makanan itu menghabiskan 5,3 persen," katanya. Bila harga pangan tidak membengkak, inflasi diduga hanya berkisar 4-5 persen, sama dengan inflasi inti.
Untuk mengurangi risiko tekanan inflasi bahan pangan, menurut Bambang, diperlukan dukungan kebijakan fiskal dalam stabilisasi harga. Salah satunya kebijakan tarif di bidang pangan.
Ada empat kebijakan tarif di bidang pangan. Pertama penetapan tarif spesifik bea masuk atas impor beras sebesar Rp 0, untuk menstabilisasi harga beras dalam negeri. Kedua, penetapan tarif bea masuk atas impor gula. Ketiga penetapan tarif bea masuk atas impor kacang kedelai sebesar 0 persen. Keempat, penetapan tarif bea masuk atas impor tepung gandum sebesar 0 persen.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Sarwono menyatakan, bank sentral belum ada rencana mengubah target inflasi di 4-6 persen. "Target inflasi tidak akan kita ubah, yang penting kita berupaya," katanya.
FEBRIANA FIRDAUS