TEMPO Interaktif, Bandung - Hampir dua juta keluarga di Jawa Barat hidup melarat. Mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan dasar untuk membeli makan, pakaian, rumah, dan biaya sekolah. Kondisi ini diduga ikut menjadi faktor surplus produksi beras di Jawa Barat pada 2010.
Menurut Sekretaris Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Jawa Barat Saprudin Hidayat, jumlah keluarga pra sejahtera berdasarkan pendataan BKKBN Jabar sebanyak 1.951.935 keluarga. "Itu karena alasan ekonomi. Mereka tidak bisa penuhi kebutuhan dasar, seperti makan kurang dari dua kali sehari. Mereka tidak mampu beli beras karena tidak punya uang," ujarnya di sela diskusi ketahanan pangan di Bandung, Kamis (27/1).
Dibandingkan hasil pendataan 2009, kata Saprudin, jumlah keluarga yang melarat beranjak naik. Masalahnya, kemiskinan di Jawa Barat terbentuk secara terstruktur. Artinya, pernikahan masih banyak terjadi antar sesama keluarga miskin. "Ini sulit dipotong kecuali mungkin dengan program keluarga berencana," ujarnya.
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Padjadjaran Ferry Hardiyanto menduga, meningkatnya keluarga miskin itu ikut mengerek angka surplus produksi beras di Jawa Barat. Bertambahnya rakyat miskin menurunkan daya beli. "Surplus beras kemungkinan karena daya beli rendah sehingga beras tidak terserap," ujarnya. Selain beras lokal, beras impor pun bisa menjadi tidak terserap.
Kasie Sayuran dan Biofarmaka Dinas Pertanian Jawa Barat Al Mursyid mengatakan, produksi beras di propinsi berpenduduk 43.039.386 orang ini lebih dari cukup. Pada 2010, Jawa Barat surplus beras sebanyak 1.783.205 ton.
ANWAR SISWADI