Pameran yang dilakukan mulai 28 Januari hingga 7 Februari 2011 dibuka oleh Konsul Perancis di Bali. Rapphael Devianne. ‘’Di Bali mitologi masih hidup sejak berabad silam dan terus diwariskan sehingga mengundang semua orang dari seluruh dunia untuk datang kesini,” ujarnya. Karya-karya Budhiana mewakili keberadaan mitologi ketika harus berhadapan dengan dunia modern.
Perupa tradisi Bali kelahiran tahun 1950 di Padangtegal, Ubud itu menampilkan aneka figur ganjil yang tampil sedemikian rupa dalam latar warna yang terkesan temaram, membawa imaji siapa saja yang memandanginya pada pusaran ketakutan nan mencekam.
Idenya berasal dari kisah-kisah dalam Mahabaratha dan Ramayana. Namun dengan berani, dia membuat tafsiran tersendiri melalui bahasa visual yang khas. “Ia menyentuh dunia bawah sadar, yang pesonanya membuat kita terseret di dalam kengerian yang mendalam sekaligus penuh dengan kesangsian,” kata Jean Couteau, kurator pameran ini. Coetau menyebut, Budhiana sudah berhasil mennjadikan ikon-ikon komunitasnya menjadi media ekspresi yang bersifat pribadi.
Adapun Budiana, yang juga alumni Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) ini, lebih memaknai karya lukisnya sebagai cerminan energi semesta, keseimbangan antara dua kutub hakiki, seperti yang direfleksikan oleh Pradana-Purusha, Dewa-Detya, antara Bhuana Alit (mikrokosmos) dan Bhuana Agung (makrokosmos). “Keduanya tidak berlawanan, melainkan memiliki keinginan untuk berpadu, menjadi energi kosmis yang lantas membentuk semesta ini,” katanya.
Prinsipnya itu tak lepas dari keberadaannya sebagai seniman yang sehari-hari tetap tekun menjalani tugas tradisinya, seperti membuat sarana dan prasarana upacara, serta aktif dalam berbagai kegiatan ritual lainnya.
Dalam pameran tunggal kali ini, akan dihadirkan karya-karya terpilih Ketut Budiana, dengan beragam tema yang menggambarkan pula tahapan-tahapan pergulatannya selama ini.
Sebagai pelukis yang terbilang matang, buah ciptanya memperoleh apresiasi yang luas. Ia berulang diundang pameran di museum dan galeri tersohor di Jepang, Australia (1977), Amerika Serikat (1990, 1992, 1995), Singapura (1994) dan Barcelona (1998). Seniman bersahaja ini juga menerima berbagai penghargaan nasional dan internasional.
ROFIQI HASAN