Juru bicara pengadilan, Parlas Nababan mengatakan penundaan sidang Jusmin karena jaksa tidak bisa menghadirkan terdakwa. Menurutnya, sidang inabsentia tidak bisa digelar lantaran kasusnya juga melibatkan terdakwa lainnya. "Tidak bisa disidang inabsentia karena kasus ini melibatkan orang lain yang pernah mengikuti sidang," jelas Parlas.
Selain Jusmin, tiga terdakwa lainnya adalah mantan Direktur BTN Syahriah Abdul Rahman Salama, mantan Kepala Operasional BTN Natsir, dan Syarifuddin Ashari, manager operasional PT ARA. Natsir sudah menjalani sidang dengan vonis bebas. Sedangkan Abdul Rahman Salama, telah meninggal. Tersangka lainnya, Syarifuddin juga menjadi buronan kejaksaan.
Majelis hakim yang dipimpin Wayan Karya memberi waktu sepekan kepada jaksa untuk menghadirkan tersangka. Sindang rencananya akan kembali digelar Senin (7/2). "Nanti kita lihat apa tindakan majelis pada sidang nantinya," ujar Parlas.
Salah seorang jaksa, Fadhil Jauhari mengatakan, pihaknya akan berusaha memenuhi permintaan hakim. Meski demikian, hal itu sulit tercapai lantaran keberadaan Jusmin saat ini belum diketahui.
"Kami akan terus berusaha mendatangkan tersangka. Jika tidak berhasil, pengadilan yang akan memutuskannya," ujar Fadhil.
Dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif BTN Syariah ini, tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) dan pasal 3, jo pasal 18 Undang-Undang No 31, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Undang-Undang No 20 tahun 2001, tentang pengubahan Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tersangka diduga melakukan kredit fiktif senilai Rp 43.365,462,000 dan merekayasa kredit senilai Rp 834 juta. Sehingga menimbulkan kerugian negara senilai Rp 44.199,462,000. Selain itu, jumlah nasabah yang ikut bermasalah dalam kasus tersebut sebanyak 493 orang. Rincinya, nasabah yang dinyatakan fiktif sebanyak 484 orang dan sembilan nasabah rekayasa.
Dalam kasus itu, Jusmin sengaja merekayasa daftar nasabah yang akan mengambil pembiayaan mobil di BTN Syariah. Rekayasa itu dilakukan tersangka dengan cara memalsukan identitas pemohon kredit, terkhusus menyangkut soal pekerjaan dan pendapatan setiap bulannya. Untuk memuluskan aksinya itu, tersangka mendata sejumlah orang yang tidak mampu alias miskin sebagai target untuk digunakan identitasnya. Warga yang sudah memberikan identitasnya itu kemudian diberikan sejumlah uang mulai Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta.
ABDUL RAHMAN