Dari segi kekuatan rakyat yang menuntut demokratisasi, gerakan massa di Mesir serupa dengan jatuhnya Soeharto di Indonesia pada 1998. "Konteksnya, people power versus pemerintahan yang otoriter," ujarnya saat dihubungi Tempo, Sabtu (12/2).
Namun jika dilihat dari sisi lain, yakni saat tampuk pemerintahan diserahkan pada militer, maka apa yang terjadi di Mesir justru mirip dengan kondisi Indonesia pasca-Soekarno tahun 1966.
Namun, kata Dewi Fortuna, konteks Mesir dan Indonesia soal kekuasaan militer itu berbeda. "Di Mesir, militer tidak terlibat langsung dalam pemerintahan, berbeda dengan dwifungsi ABRI di masa Orde Baru," kata Deputi Sekretariat Wakil Presiden Bidang Politik tersebut.
Karena tak terlibat dalam pemerintahan, kata Dewi, militer masih memiliki kredibilitas di mata rakyat Mesir, sehingga masyarakat tak terlalu cemas ketika kekuasaan dipegang militer. Rakyat justru tidak percaya pada polisi, yang dulu digunakan Mubarak untuk menekan rakyatnya.
Presiden Mubarak, Jumat malam kemarin mundur dari jabatan yang telah didudukinya selama sekitar 30 tahun. Pengunduran diri Mubarak ini disampaikan Wakil Presiden Mesir, Omar Suleiman melalui saluran televisi setempat. Selanjutnya, Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada militer Mesir.
BUNGA MANGGIASIH