TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Presiden Boediono menyatakan berminat menjalin kerjasama penggunaan teknologi pengurangan emisi karbon secara bilateral dengan Jepang. Hal ini menindaklanjuti tawaran Ketua Keidanren Jepang, Hiromasa Yonekura soal pertukaran teknologi pengurangan emisi karbon dalam industri dan pembangkit listrik.
"Wapres langsung menyambut antusias dan menugaskan Menteri Perindustrian untuk membahas itu," kata juru bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat usai pertemuan Wakil Presiden Boediono dengan delegasi Keidanren Jepang di Kantor Wakil Presiden, Senin (14/2).
Dalam pertemuan ini, Keidanren yang merupakan lembaga semacam Kamar Dagang di Indonesia ini menyatakan minatnya pada sejumlah proyek seperti infrastruktur, pembangkit listrik dan sejumlah industri di Indonesia. Pemerintah menyakinkan bahwa proyek yang telah disepakati akan berjalan sesuai dengan rencana. Boediono, kata Yopie, menyampaikan proyek yang dilaksanakan di Indonesia harus bisa mengutamakan 3 hal, yaitu kecepatan penyelesaian proyek, kehandalan teknologi yang digunakan sehingga sesuai dengan ketentuan lingkungan, dan biaya yang terjangkau maupun sesuai dengan kebutuhan Indonesia.
Yopie mengatakan, Jepang memiliki teknologi yang maju dalam pengurangan emisi karbon yang handal dan ramah lingkungan. Hanya negara maju yang memiliki teknologi ini, seperti Amerika dan negara Eropa. Keidanren telah menyiapkan skema kerjasama Bilateral Offset Carbon Training yaitu kerjasama pertukaran emisi karbon. "Kerjasama ini akan menguntungkan kedua belah pihak," katanya. Yopie mencontohkan, bagi Indonesia bisa mendapatkan alih teknologi dari Jepang yang berdampak pada industri yang efektif dan efisien. Sedangkan, Jepang juga mendapatkan keuntungan bisa memasarkan teknologinya dan mengurangi emesi sebagai kewajibannya antar negara. Jepang sebagai negara industri dan maju sulit mengurangi emisi karbon tanpa kerjasama teknologi dengan negara berkembang.
Indonesia akan memadukan kerjasama teknologi ini dengan jepang ini dengan kesepakatan di Norwegia soal pengurangan emisi karbon. Nantinya, Menteri Perindustrian MS Hidayat akan mengkaji kerjasama teknologi ini dan akan berkoordinasi dengan Kepala Satuan Tugas Kuntoro Mangkusubroto. "Ini akan didetailkan dengan satgas," katanya.
Kerjasama yang akan dibangun kemungkinan berkaitan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Jawa Tengah. PLTU ini memiliki kapasitas 2x1.000 MW. Sehingga, kata Yopie, diperlukan teknologi yang handal dalam pengoperasiannya agar bisa efisien dan sesuai dengan ketentuan batas emisi. Namun, kata Yopie, dengan batas tender yang ditetapkan Maret hingga April.
Proyek PLTU Jawa Tengah sudah mempunyai tujuh calon investor. Nilai proyek pembangkit listrik berkapasitas 2 x 1.000 megawatt tersebut mencapai US$ 3 miliar. Adapun investor yang siap menggarapnya berasal dari Jepang, China, Korea Selatan, dan Inggris. Para investor itu adalah China Shenhua Energy Company, CNTIC-Yudean Consortium, Korean Electric Power Corp, Mitsubishi Corp, Mitsui and Intl Power Plc Consortium, dan Suez Tractable & J-Power Consortium.
Pemerintah, kata Yopie, akan sangat terbuka dalam pembiayaan proyek ini dan pelaksanaan tender. Tidak hanya Jepang, namun semua pihak akan dipersilakan. Soal pembiayaannya ada sejumlah opsi, bisa dibiayai APBN, dengan bantuan dari luar negeri misalnya Jepang, Publik Privat Partnership atau joint venture BUMN dengan perusahaan asing. "Indonesia tidak batasi skim yang penting berorientasi pada kecepatan, biaya dan teknologi," katanya.
Soal proyek lainnya, lanjut Yopie, tidak dibahas secara detail. Namun, Jepang menyatakan komitmennya pada proyek berkaitan dengan konektivitas menjadi prioritas pemerintah. "Teknis proyek per proyek akan dibahas lebih detail di tingkat menteri," katanya. Rencananya, Keidanren akan bertemu dengan Menteri Perindustrian MS Hidayat dan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada siang nanti.
EKO ARI WIBOWO