TEMPO Interaktif, Cirebon - Keraton Kasepuhan Cirebon hibuk. Dari salah satu sudutnya tampak beberapa kaum atau warga keraton tengah menyiapkan hidangan untuk puncak perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW nanti malam (16/2).
Hidangan itu disebut nasi jimat. Nasi ini terbuat dari beras yang dimasak dengan minyak kletik atau minyak kelapa. Setelah agak mekar, minyak yang memang tidak bercampur dengan nasi pun diambil dan dipisahkan.
Lalu nasi disiram menggunakan air santan yang berasal dari 40 butir kelapa. Itu pun hanya air perasan pertamanya saja yang diambil. Tak lupa, berbagai bumbu rempah-rempah dicampurkan ke dalam santan dan nasi. Wangi berbagai rempah pun langsung menguar dari nasi tersebut.
Setelah ditutup menggunakan menggunakan daun pisang, nasi pun kembali diliwet hingga masak. “Jangan sampai nasi ini dikukus,” kata Azhari, kepala kaum masjid Agung Sang Cipta yang membawahi para kaum di Keraton Kasepuhan. Jika dikukus, berarti nasi jimat itu gagal dibuat. Jika gagal, percaya atau tidak percaya ada saja sesuatu yang akan terjadi.
Azhari mencontohkan tahun lalu nasi jimat gagal saat diliwet, sehingga terpaksa harus dikukus. Bahkan proses pengukusan harus dilakukan dua kali karena nasi tak kunjung masak. Ternyata setelah itu Sultan Sepuh XIII, Sultan Maulana Pakuningrat dan saudaranya meninggal dunia. “Mungkin ini merupakan tanda, percaya atau tidak,” katanya.
Tidak hanya itu, nasi jimat pun pernah gagal dimasak pada 1963 dan 1965. Pada 1963, nasi menjadi sangat keras dan berbau, sedangkan pada 1965 nasi justru berubah menjadi bubur. Juga pada 1998, dimana keluar binatang dari nasi yang baru dimasak. “Pada saat-saat itulah terjadi pergolakan di negeri kita. Boleh percaya, boleh tidak. Memang seperti tidak bisa diterima oleh logika kita, tapi memang itulah yang terjadi,” katanya.
Nasi jimat adalah nasi hantaran untuk malam pelal atau puncak peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang rencananya akan digelar nanti malam di Keraton Kasepuhan Cirebon.
IVANSYAH