"Kalau bisa cukup pembatasan area merokok. Kalau sampai merokok dilarang bisa bangkrut negeri ini," kata Gus Ipul seusai menemui Badan Legislasi (Banleg) DPR RI di ruang VVIP Bandara Juanda Surabaya, Kamis siang tadi (17/2).
Menurut Gus Ipul, Pemerintah Jawa Timur berkepentingan mengawal pembahasan RUU teesebut agar tidak merugikan Jawa Timur. Apalagi, Jawa Timur menyumbang 180 miliar batang rokok, atau lebih dari 60 persen dari kapasitas produksi rokok nasional, yakni 240 miliar batang per tahun.
Kontribusi cukai tembakau dari Jawa Timur juga sangat besar, mencapai Rp 48 triliun dari total Rp 66 triliun hasil cukai tembakau secara nasional.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Jawa Timur, luas lahan tembakau mencapai 102.000 hektare yang tersebar di 22 kabupaten. Produksi tembakau dari Jawa Timur per tahun mencapai 81 ribu ton, atau 56,9 persen dari produksi tembakau nasional.
"Jika diasumsikan harga tembakau Rp 20 ribu per kilogram, pasar tembakau di Jawa Timur mencapai Rp 1,64 triliun per tahun. Itu baru berupa tembakau mentahan. Belum lagi kalau sudah menjadi rokok," ujar Gus Ipul.
Produk tembakau Jawa Timur, tambah Gus Ipul, juga yang terbaik di Indonesia, bahkan dunia, dengan kadar nikotin di bawah dua persen. Padahal aturan pemerintah kadar nikotin tidak boleh lebih dari 2,3 persen.
Menanggapi hal ini, Ida Fauziah, pimpinan rombongan Banleg DPR mengakui di internal Banleg juga masih terjadi kebimbangan dalam membahas RUU tersebut.
"Kami akui ada dua kepentingan yang saling berlawanan, ini harus dijembatani dan kami datang ke Jawa Timur untuk mencari tambahan informasi," papar politisi dari PKB itu.
Masukan dari Jawa Timur, kata Ida Fauziah, akan dijadikan dasar pembahasan RUU. Banleg mengakui, Jawa Timur menjadi poin pokok yang harus didengarkan, apalagi potensi tembakau asal Jawa Timur memang yang terbesar secara nasional. FATKHURROHMAN TAUFIK.