Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi menyebutkan, dana yang siap dikucurkan untuk ketahanan pangan sebesar Rp 3 triliun dengan rincian Rp 1 triliun untuk stabilisasi harga beras, dan Rp 2 triliun untuk antisipasi perubahan iklim, termasuk asuransi petani.
"Tapi asuransi petani itu masih menunggu terbitnya Inpres. Kalau Inpres keluar maka biaya untuk penggantian gagal panen akibat puso bisa segera dilakukan," ujar Bayu saat berbincang dengan wartawan di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (25/2).
Namun dia mengingatkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan klaim asuransi itu bila pengawasan tidak dilakukan dengan benar. Penyalahgunaan itu bisa berupa pihak yang mengklaim terjadi gagal panen, meski pada kenyataannya tidak.
"Nanti lahan padi yang seharusnya tidak mengalami puso dibilang puso, lalu diklaim. Makanya saya selalu berusaha menghindar kalau ditanya berapa jumlah duit untuk asuransi tersebut," kata Bayu.
Konsep asuransi penggantian gagal panen sebenarnya sudah sejak 6-7 tahun lalu dijalankan Kementerian. Konsep tersebut untuk mengganti lahan petani yang gagal panen akibat puso dengan cara memberi penggantian benih, pupuk, dan menjadwal ulang kredit petani untuk modal menanam.
Mekanismenya petani bisa melapor ke Dinas Pertanian, dan seterusnya sampai ke pemerintah pusat. Jika setelah diverifikasi ternyata lahannya benar-benar puso maka nanti akan diganti. "Kalau penggantian terlalu lama, Kepala Dinas bisa langsung menggunakan dana cadangan bencana yang akan diganti oleh pusat," ujar Bayu.
Untuk konsep asuransi pertanian nanti, menurut Bayu, kemungkinan tak bakal jauh berbeda dengan mekanisme yang telah diterapkan tersebut. Hanya saja dalam konsep itu akan menambahkan poin tambahan tentang penggantian biaya atas usaha kerja petani selama masa menanam.
ROSALINA