"Hasil tangkapan di bawah 30 persen. Artinya potensi ikan di Maluku sangat besar," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad usai rapat koordinasi tingkat menteri di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, Selasa (1/3).
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu, kata Fadel, awalnya meminta anggaran Rp 16 triliun. Tetapi nilai itu dianggap berlebihan. Pemerintah hanya memberi Rp 950 miliar. Dana itu untuk kegiatan pengembangan produksi ikan. Di antaranya, infrastruktur kebijakan, pengelolaan, dan budi daya.
Selain potensi asli laut, mulai tahun ini pemerintah mengembangkan budi daya ikan. Seperti kerapu, tongkol, tenggiri, cakalang, dan paruh panjang. Target produksi budi daya hampir sama dengan potensi ikan di laut Maluku. Untuk bidang produksi budi daya, pemerintah mengucurkan Rp 120 miliar.
Pada 2009 lalu, Fadel melanjutkan, pola produksi ikan didominasi hasil tangkap. Sementara produksi budi daya ikan sangat minim. "Pola tangkap ini akan diubah, nantinya lebih konsentrasi ke produksi budi daya," katanya.
Untuk sarana pendukung pasar ekspor, pemerintah akan membangun infrastruktur pangkalan pendaratan ikan (PPI). Rencananya, ada 12 titik yang akan dikembangkan di Maluku dengan total anggaran Rp 135 miliar. Wilayah pembangunan pelabuhan antara lain, Arapura dan Maluku Utara.
Satu PPI mendapat alokasi dana Rp 2 miliar. Nilai itu hanya bisa membangun dermaga saja. Sehingga pemerintah mengajak investor swasta terlibat dalam menutupi kekurangan biaya. Totak investasi yang dibutuhkan setidaknya Rp 2 triliun.
"Kalau ada investor akan kami arahkan seluruhnya ke wilayah Maluku," ujar Fadel. Nantinya, dia melanjutkan, pengelolaan ikan tidak lagi dilakukan di luar negeri dan hasilnya diekspor. "Tetapi dikelola di tingkat lokal."
HAMLUDDIN