"Selain waktu kerja efektif yang sedikit, ada kecenderungan masyarakat dunia habis-habisan memenuhi semua kebutuhan akhir tahun," kata Rusman di Jakarta kemarin. Sementara itu, pada awal tahun terjadi penurunan aktivitas ekspor dan impor di pelabuhan.
Nilai ekspor pada Januari mencapai US$ 14,45 miliar, atau turun 14,11 persen dibanding pada Desember tahun lalu. Jika dibanding pada Januari tahun lalu, nilai itu naik 24,65 persen. Ekspor nonmigas pada Januari anjlok 12,04 persen senilai US$ 13.570,6 juta.
Selaras dengan ekspor, nilai impor Januari tahun ini menjadi US$ 12,55 miliar atau turun 4,55 persen dibanding bulan sebelumnya. Jika dibanding impor Januari 2010, impor bulan lalu melesat 32,22 persen. Meski total nilai impor turun, impor migas melaju 12,44 persen atau setara dengan US$ 328,8 juta akibat naiknya impor hasil minyak.
Selain minyak, impor nonmigas, seperti plastik dan barang plastik, tercatat tumbuh 48,49 persen senilai US$ 480,1 juta. Ketua Umum Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel Indonesia Felix S. Hamidjaja mengatakan kenaikan impor dipicu oleh penurunan pasokan bahan baku.
"Salah satunya karena Tri Polyta dan Polytama berhenti produksi," kata Felix. PT Tri Polyta Indonesia dan PT Polytama Propindo, yang menjadi pemasok utama bahan baku plastik dalam negeri, berhenti berproduksi sejak Agustus tahun lalu. Pada saat yang sama, dua pabrik di Asia juga stop berproduksi.
Kelangkaan pasokan bahan baku tak hanya terjadi di dalam negeri, tapi juga di negara lain. Bahan baku yang sulit didapat terutama jenis polipropilena. Menurut Felix, pemesanan hanya bisa dipenuhi dalam 2-3 bulan mendatang. "Jadi pabrik memang kekurangan bahan baku," katanya.
IRA GUSLINA | KARTIKA CANDRA