"Tidak semua kelompok harus ada tersangkanya, " kata Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar ketika dihubungi Sabtu (5/3)
Kerusuhan pada 5 Februari 2011 lalu telah menyebabkan tiga jamaah Ahmadiyah meninggal. Saat ini polisi telah menetapkan 12 tersangka dari kelompok penyerang, satu orang tersangka dari jamaah ahmadiyah dan tiga polisi.
Jika semua kelompok ada tersangkanya, Haris berujar, bahwa polisi justru tak menunjukan sikap belas asih. Ia menyarankan polisi menetapkan tersangka untuk setiap tahapan kejadian. Contohnya adalah, adanya informasi penyerangan, lalu jumlah pasukan yang ada di lapangan berapa, siapa yang mulai menyerang hingga motif.
Motif, diakui Haris, penting untuk diungkap. Soalnya berawal dari motif bisa ditetapkan pelanggaran pasal dan penerapan hukumannya oleh Hakim.
Pada setiap terjadi kasus kekerasan, Haris menegaskan, perlu ada yang bertanggung jawab. "Termasuk kerugian yang ada, harus ada yang menggantinya," kata dia.
Kontras melihat pada kasus Cikeusik, ada unsur mobilisasi atau perencanaan. Sehingga dalih provokasi yang dituduhkan pada 17 anggota jamaah Ahmadiyah yang saat kejadian di desa Umbulan, tidak berlaku. "Dalam Istilah hukum ada yang disebut overmacht (daya paksa)," kata dia. Artinya ke-17 orang tersebut terpaksa melawan karena terdesak ribuan orang yang masuk ke desa Umbulan.
Lagipula, Haris menambahkan, jadi datang atau tidaknya 17 orang tersebut, penyerangan tetap berjalan. Maka, kata dia, tuduhan provokasi harus hati-hati dialamatkan pada satu kelompok. "Itu bisa jadi fitnah atau kriminalisasi," paparnya.
Polisi, Ia mengingatkan, jangan juga menggunakan logika mayoritas dengan hanya sebatas memaparkan total tersangka yang sudah ditahan. Haris melihat, polisi dalam penetapan tersangka, saat ini baru menyentuh pelaku di lapangan. "Organisator dan motivatornya, saya kira belum ditangkap," jelas dia.
DIANING SARI