"Jika Sultan tidak melarang Ahmadiyah di Yogyakarta, berarti ia adalah pelindung aliran sesat sekaligus membiarkan Islam dinodai. Sultan tidak berhak menjadi pemimpin Yogyakarta yang mayoritas rakyatnya muslim," kata Bambang Tedi, Ketua Tanfidziah Dewan Pimpinan Daerah FPI Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah, Minggu (6/3).
Ia menegaskan, pihaknya sangat menghormati perbedaan agama. Baik Kristen, Hindu, Buda, maupun agama lainnya. Namun menolak dengan tegas penodaan dan penistaan agama. Semua agama, kata dia, boleh hidup dan menyiarkan ajarannya, tetapi penodaan agama seperti yang dilakukan Ahmadiyah dan ajaran liberal tidak akan diberi tempat di Yogyakarta.
"Jika Sultan melarang Ahmadiyah seperti di propinsi lainnya, maka ia itu justru melindungi hak asasi manusia umat Islam," kata dia.
Ditambahkan oleh Herman, koordinator lapangan FPI, ajaran Ahmadiyah ada dua. Lahore dan Qadian. Keduanya tetap mengakui ada Nabi setelah Rasulullah Muhammad. Mereka juga percaya pada kitab setelah Al-quran. Meski Lahore tidak mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad, namun tetap dianggap menodai Islam.
Namun, kedua alirah Ahmadiyah itu, kata Herman, dianggap sesat dan merupakan penistaan agama Islam. Untuk itu, kata dia, FPI akan akan membatasi gerak aktifitas Ahmadiyah. “Jika masih melanggar Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, masjid Ahmadiyah akan kami disegel,” katanya.
Sebelumnya, Majelis Mujahidin juga memprotes sikap Sri Sultan Hamengku Buwono X, gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak akan mengeluarkan aturan pelarangan Ahmadiyah.
Muh Syaifullah