TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksnono, mengatakan pembuatan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ahmadiyah di berbagai daerah itu terburu-buru. Alasanya, hingga kini pemerintah pusat belum memiliki sikap, apakah membubarkan Jemaat Ahmadiyah atau cukup melarang mereka beribadah.
"Ini menyangkut kepercayaan. Saya tidak bisa menilai, apakah Perda itu konstitusional atau inskostitusional. Pemerintah tak mau buru-buru," kata dia seusai bertemu tokoh-tokoh agama di kantornya, Senin (8/3).
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 itu menuturkan, ada dua pandangan ihwal Perda, yakni menganggapnya tak sah karena inkonstitusional dan sah karena konstitusional. Itu yang menyebabkan munculnya perbedaan sikap dari berbagai daerah.
Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang sudah membuat peraturan daerah itu. Sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta dan DKI Jakarta memilih tidak. Menurut Agung, pemerintah tak bisa melarang pembuatan peraturan-peraturan soal Ahmadiyah karena itu hak daerah. Namun, pemerintah berhak mengoreksi dan mengevaluasi agar kerukunan pasca-keluarnya Perda tetap terjaga.
Selain itu, pemerintah juga berusaha berdiskusi dan membuka dialog bersama tokoh-tokoh masyarakat, ulama, pimpinan organisasi keagamaan, aparat keamanan, dan pemerintah daerah. "Ini sangat penting karena kami belum bisa mengambil kesimpulan," kata dia.
Pemerintah, kata dia, butuh masukan dari semua pihak. Contohnya kegiatan diskusi bersama tokoh-tokoh agama, yang terdiri dari perwakilan Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, Departemen Agama, Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Barat, dan lainya. "Hasilnya nanti kami ajukan ke Presiden," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah sudah memiliki beberapa opsi sikap atas masalah Ahmadiyah, di antaranya pembubaran dan pelarangan aktifitas jemaat. Namun, kata dia, pemerintah tak mau terburu-buru mengambil sikap yang justru akan memicu masalah baru.
"Kalau bisa dicari solusi yang berbasis keagamaan, kemajemukan, menghargai kehidupan umat beragama," ujar dia.
Muhammad Taufik