Salah satu topik pembicaraan adalah kemungkinan menaikkan produksi minyak. "Kami sedang berkonsultasi, namun belum tahu arahnya ke mana," ujar Menteri Perminyakan Kuwait Syekh Ahmad Abdullah al-Sabah kemarin.
Ahmad membantah kabar bahwa Kuwait telah menaikkan produksi minyak mentahnya. "Kami tidak menaikkan produksi," ujar dia. Kuwait adalah produsen minyak mentah terbesar kelima di OPEC.
Pernyataan Menteri Ahmad tersebut berhasil meredam harga minyak. Dalam perdagangan elektronik di New York Mercantile Exchange kemarin, harga minyak untuk pengiriman April turun US$ 2,11 menjadi US$ 103,33 per barel.
Meski begitu, harga minyak saat ini masih bertengger di level tertinggi sejak 26 September 2008. Para pedagang khawatir unjuk rasa di Timur Tengah akan meluas sampai ke Arab Saudi, produsen terbesar OPEC.
Kantor berita Bloomberg memperkirakan Libya menghasilkan 1,39 juta barel (setara dengan 158,9 liter) minyak sehari pada Februari 2011, turun dari 1,59 juta barel pada Januari.
Namun, International Energy Agency menyebutkan, kekerasan di negara Afrika Utara itu telah memangkas pasokan minyak dunia sebanyak 1 juta barel per hari.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan pemerintah Uni Emirat Arab agar berhati-hati menghadapi gejolak harga minyak. Pasalnya, perekonomian negara itu, terutama Dubai, masih belum sepenuhnya pulih dari krisis.
Institusi yang bermarkas di Washington, Amerika Serikat, itu menuturkan perekonomian Uni Emirat Arab diharapkan bangkit 3,25 persen tahun ini dengan mengandalkan sektor nonminyak.
"Pemulihan ekonomi sebenarnya mulai kuat, dengan dukungan kondisi global. Tapi kini mereka berhadapan dengan ketidakpastian regional," tutur pejabat IMF.
Sewaktu krisis finansial 2008-2009, Dubai, yang bergabung dalam Uni Emirat Arab, mengalami kehancuran di sektor properti. Kondisi itu memaksa Abu Dhabi mengeluarkan dana US$ 20 miliar untuk menalangi Dubai.
AFP | AP | BLOOMBERG VIA YAHOONEWS | IRVAN WIRADINATA | EFRI