“Harus dipahami bahwa koalisi itu bukan hanya di eksekutif, tetapi satu paket dengan koalisi di parlemen," ujar Saan di gedung DPR kemarin. Dengan begitu, ia melanjutkan, "Nanti tidak ada lagi alasan bahwa kami hanya berkoalisi dengan Presiden, tidak dengan partainya."
Usulan pembaruan kontrak politik itu lantaran tidak semua anggota koalisi satu kata dalam menyikapi sebuah persoalan. Dalam soal usulan hak angket pajak, misalnya, PKS dan Golkar mendukungnya dan berseberangan dengan Demokrat, PPP, PAN serta PKB.
Di Istana Presiden, Yudhoyono kemarin kembali menegaskan perlunya penataan ulang koalisi partai pendukung pemerintahannya. Ia mengaku tengah mengevaluasi hal tersebut. Ia mengingatkan bahwa hakikat koalisi adalah melangkah bersama-sama.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan tak keberatan jika Demokrat ingin mendesain ulang kontrak politik partai koalisi. Namun ia tak setuju jika kontrak anyar itu dibuat untuk menyeragamkan semuanya. “Kalau loyalitas diartikan seperti itu, sudah tentu tidak sehat," katanya.
Keberatan serupa juga disampaikan Ketua DPP PKS Nasir Djamil. "Agak sulit, jangan sampai terlalu diikat yang membuat partai koalisi tidak bisa bergerak," ujarnya.
Ia khawatir kesepakatan seperti itu justru membuat partai-partai koalisi merugi. Sebab, mereka tak akan mampu merespons aspirasi dan dinamika yang terjadi di masyarakat. "Setiap partai kan punya konstituen masing-masing," kata Nasir. "Jangan sampai aturan itu menjadi senjata makan tuan."
FEBRIYAN | RUSMAN PARAQBUEQ | EKO ARI | DWI WIYANA