Awal pekan ini pemimpin partai koalisi diundang oleh Yudhoyono, kecuali PKS. Golkar, yang bersama PKS mengajukan hak angket mafia pajak, juga sudah bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.
Keengganan Yudhoyono bertemu dengan PKS itu menimbulkan spekulasi bahwa Presiden masih menunggu kesediaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Gerindra untuk masuk koalisi. "Saya belum bisa memberi komentar. Tapi, yang pasti, Presiden juga melakukan komunikasi dengan partai di luar koalisi," kata Julian Pasha.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ahmad Mubarok, mengatakan Yudhoyono tidak ingin didikte pengamat dan politikus untuk segera bertemu dengan PKS. "Presiden tidak mau diatur-atur. Toh, selama ini koalisi dan kabinet masih berjalan," katanya.
Ia menuturkan, penataan koalisi ini tidak harus dengan merombak kabinet. Presiden juga masih mengevaluasi kinerja para menteri dan mengkaji penyebab koalisi tidak berjalan dengan baik.
Mubarok menegaskan, Presiden menginginkan koalisi ke depan benar-benar bisa bersama-sama dan sejalan antara partai mitra koalisi dan pemerintah. Semua masalah yang muncul, kata dia, bisa diselesaikan bersama.
Tapi, menurut Mubarok, penundaan pertemuan dengan PKS tak ada hubungannya dengan PDIP atau Gerindra. "Sinyalnya jelas, Bu Mega (Megawati Soekarnoputri, Ketua PDIP) tidak bakal mau (bergabung dengan koalisi)," ujarnya. Ia menambahkan, Gerindra juga mengajukan syarat terlalu banyak untuk masuk koalisi.
PKS menilai ada pihak-pihak yang mendiskreditkan mereka di hadapan Presiden. "Yang jelas, ada pihak-pihak yang selama ini melakukan disinformasi dan mendiskreditkan kami di hadapan Yudhoyono. Ada informasi-informasi itu," kata Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq.
Kendati demikian, Mahfudz yakin Yudhoyono tidak akan terpengaruh. "Tapi cara-cara inilah yang menurut saya harus dihentikan, karena hal itu akan sangat mempengaruhi situasi dan kondisi di dalam koalisi," katanya.
Ia juga menilai kontrak politik koalisi tidak perlu diperbaiki, meski diakuinya penerapan kesepakatan koalisi belum maksimal. "Karena ada beberapa bagian dari mekanisme yang belum berjalan," ujarnya.
Mahfudz justru khawatir, jika kontrak diutak-atik dengan alasan perbaikan, hal itu bisa mengekang seluruh partai anggota koalisi. "Saya khawatir terhadap langkah penyeragaman. Itu kan merupakan kultur Orde Baru yang sudah lama kita tinggalkan," kata dia.
EKO ARI WIBOWO | MAHARDIKA SATRIA HADI