TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi-organisasi keagamaan seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah yang berhak memutuskan sesat atau tidaknya ajaran Ahmadiyah. Pada tahun 1930, kata dia, Muhammadiyah pernah menyimpulkan organisasi keagamaan yang dipimpin Mirza Ghulam Ahmad itu sesat. Kemudian MUI juga membuat kesimpulan serupa.
Bahkan, menurut Suryadharma, pengikut Ahmadiyah sudah berjanji akan kembali kepada ajaran Islam yang benar. Janji itu tercantum dalam 12 butir kesepakatan. Tapi kenyataannya, dari 12 butir kesepakatan, ada lima butir yang dilanggar. Hal inilah yang memicu aksi protes dari organisasi-organisasi kemasyarakatan yang menolak keberadaan Ahmadiyah.
”Karena itulah kemudian muncul SKB tiga menteri, yang tidak hanya untuk Ahmadiyah, tapi juga masyarakat umum,” kata Suryadharma, usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin 14 Maret 2011.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Ahmadiyah, menurut Suryadharma, lahir atas rekomendasi organisasi-organisasi keagamaan seperti MUI, NU dan Muhammadiyah itu. Pada intinya, SKB dibuat agar tidak terjadi aksi kekerasan di tengah masyarakat. Adapun bagi Ahmadiyah, SKB melarang mereka menyebarkan agamanya melalui khotbah di masjid, mimbar, media radio, televisi, maupun menyebarkan ajaran melalui buku.
Kementerian Agama, kata dia, juga sudah mensosialisasikan SKB Tiga Menteri itu kepada Ahmadiyah. Surat keputusan yang dibuat Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Jaksa Agung itu juga diedarkan ke organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Namun ia mengakui keluarnya SKB itu menuai kontroversi. ”Itu kalau dilihat dari kronologi dan reaksi masyarakat saat SKB dikeluarkan. Ada yang mendukung, ada juga yang protes,” kata dia.
Sedangkan ketika ditanya soal tudingan bahwa SKB Tiga Menteri itu tidak konsisten, Suryadhama menjawab, ”Ya tidak apa-apa, semua orang berhak memberi pandangan."
MUHAMMAD TAUFIK