Sugimoto mengatakan, pabriknya membuat Hamamoko Ita semacam alas makanan tradisional Jepang. Produk diekspor bagian barat Jepang. Daerah tersebut memang selamat dari amuk tsunami beberapa waktu lalu.
Setiap bulan, kata dia, perusahaannya mampu mengirim 180-200 ribu meter kubik. Produknya dari kayu pinus itu beromzet Rp 1 miliar atau Rp 10 juta yen tiap bulannya. Ada sekitar 400 produk berbahan dasar kayu.
Saat ini, kata dia, pengiriman produknya belum mengalami kendala berarti meskipun sejumlah pelabuhan di Jepang mengalami kerusakan. “Untungnya sebagian besar konsumen kami tidak terimbas langsung bencana itu,” dia menambahkan .
Berbeda dengan perusahaan milik Sugimoto, industri kecil gula Kristal di sentra produksi gula merah di Cilongok Banyumas justru mencari pasar baru. “Kami sudah alihkan pasar dari Jepang ke Jerman,” kata Mukhotib, perajin gula Kristal dari Desa Cilongok Kecamatan Cilongok, Banyumas.
Mukhotib mengatakan, setiap bulan biasanya perajin gula di daerah itu mengirimkan sekitar 50 ton gula kristal. Pembuat gula kristal sekitar 30 orang itu, kini mulai mengalihkan pasarnya ke pasar dalam negeri.
Ia mengatakan, harga gula kristal untuk ekspor mencapai Rp 15 ribu per kilogram. Sedangkan untuk pasar lokal per kilogramnya mencapai Rp 12 ribu. “Sehari rata-rata perajin mampu membuat dua kwintal gula kristal,” katanya.
Pengalihan pangsa pasar ke Eropa dinilai lebih menguntungkan dibanding harus menunggu pasar Jepang pulih. Lagipula, kata dia, sejak bencana alam tsunami, order dari Jepang sudah terhenti.
ARIS ANDRIANTO