TEMPO Interaktif, Tangerang-Setelah gagal bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta dalam proyek Pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Ciangir, Pemerintah Kabupaten Tangerang kini berencana menggandeng swasta untuk membuat proyek serupa di Tempat Pembuangan Akhir sampah Jatiwaringin, Mauk.
Menurut Kepala Dinas kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kabupaten Tangerang Agus Suryana, meski harus mengulang dari awal lagi, pihaknya serius untuk mencari investor dan membuat teknologi pengolahan sampah di wilayahnya. ”Saat ini dalam tahap persiapan awal,” ujarnya kepada Tempo, hari ini.
Agus mengatakan, hingga saat ini sudah ada sejumlah investor yang tertarik untuk bekerjasama dengan Kabupaten Tangerang terkait pengolahan sampah tersebut. ”Tapi kami masih menyaring yang benar-benar serius dan memiliki modal yang besar,” katanya. Ia mengakui jika, pengolahan sampah terpadu dan berbasis ramah lingkungan merupakan tuntutan undang-undang.
Menurut Agus, di TPA Jatiwaringin nantinya akan dipasang teknologi composting dimana sampah organik akan diolah menjadi kompos. Sementara mesin pemilah juga akan disiapkan untuk mengolah sampah anorganik. ”Tentu saja semuanya harus dikaji dulu, untuk itu sedang dalam tahap persiapan,”katanya.
TPA Jatiwaringin seluas 12 hektar selama ini menerima pembuangan sampah dari 29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang, sejumlah perumahan yang bekerjasama dengan Kabupaten Tangerang dan sampah dari enam pasar di Tangerang Selatan seperti pasar Ciputat, pasar Serpong, pasar Jombang, pasar Cimanggis, pasar Pamulang, dan pasar Bintaro. Dalam sehari TPA Jatiwaringin menerima pembuangan sampah sebanyak 500 hingga 600 kubik setiap harinya. Sampah itu tidak diolah, hanya diratakan dan ditimbun (oven dumping).
Saat ini, Agus menambahkan, pihaknya juga mengalami masalah serius karena sistem oven dumping sudah tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengolahan sampah. Sesuai amanat undang-undang tersebut, sampah harus dipilah dan diolah.
Agus mengakui jika saat ini pihaknya tengah kewalahan mengatasi sampah-sampah tersebut. Hal ini, kata Agus, disebabkan sejumlah faktor diantaranya terbatasnya armada pengangkut sampah, minimnya alat berat untuk meratakan sampah di TPA Jatiwaringin Mauk, Kabupaten Tangerang dan pola masyarakat yang enggan membuang sampah di tempat pembuangan sampah resmi milik Kabupaten Tangerang. ”Sehingga banyak sampah yang masih tercecer,”katanya.
Menurut Agus, karena berbagai keterbatasan tersebut sedikitnya 300 kubik sampah setiap harinya tercecer tidak terangkut. Padahal,volume sampah Kabupaten Tangerang di 29 kecamatan setiap harinya mencapai 800 meter kubik.” 30 persennya tidak terangkut, sehingga terjadi penumpukan,”katanya. Agus juga mengakui tumpukan sampah juga terjadi di wilayah Cisauk, Kosambi, Mauk, Teluknaga, Pakuhaji dan wilayah lainnya. ”Terutama sampah di pasar-pasar,” kata dia.
JONIANSYAH