TEMPO Interaktif, Jambi - Sekurangnya 85 kilometer ruas Jalan Lintas Timur Sumatera dan ruas jalan lintas tengah di dalam wilayah Provinsi Jambi, sejak setahun terakhir mengalami rusak parah, akibat sering dilalui kendaraan pengangkut batu bara, buah kelapa sawit, CPO dan berbagai jenis barang lainnya yang melebihi tonase. Akibatnya, tidak hanya sering menimbulkan kemacetan, tapi juga kecelakaan.
Berdasarkan data Subdin Bina marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, sedikitnya 430 unit truk pengangkut batu bara, CP, buah kelapa sawit dan angkutan jenis barang lainnya melintasi jalur Jalan Lintas Tengah melintasi Muarobungo-Muarobulian-Kota Jambi sepanjang 245 kilometer dan selebihnya ruas Jalan Lintas Timur Sumatera dari Sarolangun-Muarobulian-Jambi sepanjang 90 kilometer.
"Jujur kami sudah merasa kewalahan dan sulit untuk berbuat banyak, karena akan percuma dilakukan perbaikan, akhirnya akan rusak kembali. Truk angkutan itu melebihi kapasitas jalan yang delapan ton, sementara truk-truk tersebut sedikitnya membawa beban di atas 20 ton," kata Eko Priyatmoko, satuan Kerja Preservasi Jalan dan Jembatan Provinsi Jambi, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, kepada Tempo, Sabtu (19/3).
Kondisi ruas jalan itu sendiri, menurut Eko, sudah cukup parah, hampir sepanjang ruang jalan bergelombang dan berlubang dengan kedalaman mencapai 50-100 sentimeter.
"Kita juga jadi kewalahan dan berharap pemerintah daerah harus tegas. Percuma kami melakukan perbaikan ruas jalan yang rusak jika nantinya masih tetap dilalui kendaraan dengan tonase melebihi kapasitas. Seharusnya jalan yang kita bangun dan perbaiki bisa bertahan minimal tiga sampai lima tahun, tapi akibat semua ini tidak sampai satu tahun sudah rusak," katanya.
Tiga bulan lalu Dinas Perhubungan Provinsi jambi telah memasang empat unit jembatan timbang, namun sayangnya tidak difungsikan secara maksimal dan bahkan sudah beralih fungsi menjadi sarana pungutan liar (Pungli).
Berdasarkan pantauan Tempo, empat jembatan timbang yang baru dipasang di empat titik, yakni kawasan Kecamatan Muarotembesi, Kabupaten Batanghari, Kilometer 38, Bukitbaling, Kabupaten Muarojambi, Simpangpalawan, Kecamatan Singkut, Kabupaten Sarolangun, dan Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, sudah dialihfungsikan hanya sekadar mengutip uang dari para sopir truk yang melebihi kapasitas angkutan.
Setiap sopir untuk bisa melewati setiap jembatan timbang itu walau bermuatan melebihi kapasitas delapan ton - sesuai ketentuan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 8 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan jalan untuk angkutan hasil tambang, hasil perkebunan dan angkutan barang lainnya - harus menyerahkan sejumlah uang antara Rp 5 ribu-Rp20 ribu.
Padahal, dalam Peraturan Daerah Provinsi Jambi yang ditandatangani pada 16 Juli 2009 oleh Gubernur Jambi ketika itu Zulkifli Nurdin dan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi A. Makdami Firdaus, termuat pada pasal 7 antara lain menyebutkan, bila setiap angkutan tambang, hasil perkebunan dan angkutan barang lainnya harus diangkut melalui jalan khusus.
Sebelumnya, sekitar sepekan setelah dipasang jembatan timbang tersebut para petugas dari Dinas Perhubungan setempat melakukan tindakan tegas. Setiap truk angkutan hasil tambang maupun hasil perkebunan dan barang lainnya, jika diketahui melebihi kapasitas barangnya dibongkar di lokasi.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pengendalian dan Pengawasan Angkutan Barang Dinas Perhubungan Provinsi Jambi, ketika dikonfirmasi Tempo, mengakui memang pihaknya memasang jembatan timbang pada empat titik itu pada 10 Januari lalu untuk mengantisipasi jangan sampai menimbulkan kerusakan ruas jalan di daerahnya.
"Awalnya kami bertindak tegas jika ada kendaraan truk melewati jalan melebihi kapasitas ditentukan harus bongkar di tempat. Tapi kami juga akhirnya menemui kesulitan masalah tempat barang yang dibongkar, sehingga tidak lagi kami lakukan," ujarnya.
Lebih lanjut, dikemukakan Hamsarnedi, jika pihaknya tidak pernah memerintahkan para petugas di lapangan untuk mengutip sejumlah uang kepada para sopir. "Kami meminta mereka bertindak tegas menilang para kendaraan yang melanggar aturan. Saya sudah banyak menerima informasi jika para petugas di lapangan melakukan pungli," katanya.
Hanya saja dikatakan Hamsarnedi, pihaknya pun terkendala untuk menjalankan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2009, terutama sanksi yang diatur dalam pasal 13, jika kendaraan melanggar aturan melebihi kapasitas angkutan akan dapat diberi hukuman kurungan pidana maksimal enam bulan atau denda Rp 50 juta rupiah.
Kesulitannya, menurut dia, karena hingga kini belum ada peraturan turunan dari Gubernur Jambi Hasan Basri Agus tentang tata cara penegakan sanksi sesuai pasal 13 tersebut.
Akibatnya, Dinas Perhubungan hingga kini hanya bisa melakukan pengendalian dan pengawasan melalui jembatan timbang. "Kami memang beberapa hari sebelumnya sudah beberapa kali ditegur dan ditanyai anggota DPRD Provinsi Jambi terkait masalah ini,” ujar Hamsarnedi.
Sementara itu, Daniel Chandra, Ketua Asosiasi Batu Bara Jambi, ketika beberapa kali dicoba Tempo untuk dimintai komentarnya, yang bersangkutan dikatakan sedang berada di luar daerah.
SYAIPUL BAKHORI