TEMPO Interaktif, Beijing - Bank Dunia yakin bencana gempa bumi dan tsunami Jepang hanya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Jepang untuk sesaat. Hal ini seperti tertuang dalam suplemen laporan perkembangan ekonomi negara Asia Timur dan Pasifik yang dirilis hari ini (21/3).
Menurut laporan itu terlalu dini bagi Bank Dunia untuk membuat estimasi akurat tentang efek bencana terhadap ekonomi Jepang. Meski begitu, pengalaman Jepang pulih dari gempa Kobe 1995 menjadi pertanda baik yang menunjukkan kemampuan Jepang mengatasi bencana dalam tiga bulan mendatang.
"Jika merujuk sejarah, tentu pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang akan terpengaruh negatif hingga pertengahan tahun ini. Pertumbuhan akan terjadi pada triwulan berikutnya sebagai upaya rekonstruksi," tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Bank Dunia secara resmi belum menyebut perkiraan kerusakan yang terjadi akibat bencana Jepang. Hanya saja, mengutip perkiraan swasta, kerugian bisa berkisar US$ 122 miliar hingga US$ 235 miliar atau 2,5 sampai 4 persen dari PDB. Gempa bumi Kobe 1995 lalu menyebabkan kerusakan hingga US$ 100 miliar atau sekitar 2 persen dari PDB.
Menurut catatan Bank Dunia, asuransi swasta hanya akan menanggung sebagian kecil dari biaya kerusakan. "Sisanya akan ditutupi oleh masing-masing rumah tangga dan pemerintah," kata Bank Dunia.
Melihat dampak terhadap negara-negara berkembang di Asia Timur, Bank Dunia menggarisbawahi potensi penularan melalui perdagangan dan keuangan.
Jepang adalah penyumbang sekitar 9 persen dari total perdagangan luar negeri di kawasan Asia Timur dan Pasifik. "Itu berarti 0,25-0,5 persen perlambatan pertumbuhan GDP Jepang akan mengakibatkan penurunan 0,75-1,5 persen ekspor dari Asia Timur," katanya.
Bencana Jepang juga akan menyebabkan dampak berantai terhadap rantai produksi dan perdagangan di kawasan Asia Timur. Selain itu peningkatan biaya energi akan sangat memungkinkan karena peningkatan kebutuhan energi. Ini akan menguntungkan negara produsen energi seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Seperempat dari utang jangka panjang negara Asia Timur dilakukan dalam mata uang yen, Sehingga satu persen apresiasi terhadap mata uang Jepang diterjemahkan menjadi kenaikan US$ 250 juta dalam pembayaran utang tahunan untuk wilayah Asia Timur.
Pekan lalu, akibat bencana tsunami, yen menguat tajam. "Ada ketakutan investor retail dan korporasi Jepang akan menarik yen dari pasar untuk rekonstruksi." Hal ini yang mendorong negara G-7 melakukan intervensi pertama sejak tahun 2000 dalam upaya menghambat laju penguatan Yen.
REUTERS | IRA GUSLINA