Menurut Samsudin,perwakilan warga komplek, warga tetap pada sikap terdahulu yang menyatakan bahwa rumah-rumah di komplek itu bukan aset negara, melainkan milik pribadi. "Kami tetap dengan prinsip sebelumnya, bahwa komplek ini bukan milik Markas Besar TNI," kata Samsudin.
Hal sama juga ditegaskan Erwin. Ia mengatakan, rumah yang ia tempati dibeli orang tuanya dengan uang pribadi dan bukan diberi negara. "Ini tanah orang tua saya. Saya tidak akan pindah," ujarnya.
Dalam surat perintah kedua yang sampai ke warga, Mabes TNI memeritahkan untuk mengosongkan komplek dalam jangka waktu 3x24 jam sejak surat tersebut diterima pada 20 Maret lalu. Sebelumnya, warga sudah dikirimi surat perintah pertama pada 17 Januari 2011.
Lebih lanjut, Samsudin mengeluhkan cara yang dilakukan pihak Mabes TNI untuk menggusur mereka, yaitu dengan cara menekan Lurah Mampang Prapatan agar tidak menerbitkan dan melayani warga Komplek Zeni untuk mengurus surat menyurat mengenai rumah. Akibat surat yang dikriim pada Oktober 2010 itu, kata Samsudin, lurah tidak berani mengeluarkan bukti surat bahwa tanah dimiliki warga sejaktahun 1950-an.
"Itu tindakan konyol, mengintimasi lurah sehingga lurah tidak berani melayani urusan surat menyurat yang kami minta," ujar Samsudin.
Sebelumnya, 40 warga di komplek itu telah setuju untuk dipindah ke Depok dan menempati rumah yang telah disediakan di sana. Samsudin menduga, 40 warga yang memutuskan pindah itu akibat intimidasi pihak Mabes TNI. "Barangkali mereka diintimidasi sehingga pindah. Padahal awalnya, jika akan pindah, kami akan pindah bersama-sama," kata mantan komisioner Komnas Ham periode 1997 - 2007 itu lagi.
ARIE FIRDAUS