Selama tiga tahun terakhir pertumbuhan sektor ini hanya berkisar 2-4 persen. Penurunan kinerja ini dipicu oleh terbatasnya pasokan bahan baku dan energi, serta munculnya pesaing regional dan internasional.
Menteri Hidayat mengatakan saat ini baru terdapat tiga sentra produksi petrokimia yaitu pusat olefin di Banten dan Bontang, serta pusat produksi kimia aromatik di Tuban. Pasokan bahan baku untuk ketiga sektor indutri ini pun belum sepenuhnya terjamin. Bahan baku berupa nafta dan kondensat juga masih diimpor.
"Kita terus mengupayakan pembangunan unit kilang minnyak yang memproduksi nafta dan kondensat," ujarnya. Namun upaya ini perlu didukung oleh beberapa hal seperti ketersediaan minyak dan gas, investasi yang besar dan luas lahan yang memadai.
Beberapa investor memang sudah menyatakan minat untuk berinvestasi di sektor industri petrokimia, terutama di sektor hulu untuk membangun naphtha cracker dan refinery. Lagi-lagi persoalan kebijakan iklim investasi dan insentif dinilai belum cukup menarik minat investor lebih jauh.
Direktur Deregulasi Penanaman Modal, Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Indra Darmawan mengatakan realisasi investasi asing di sektor industri kimia tahun lalu mencapai US$798 juta. Angka ini turun jika dibanding 2009 yang tercatat US$1,183 miliar.
"Realisasi tertinggi di Jawa Timur, Jawa Barat, Riau dan Kalimantan Timur," katanya. Nilai ini tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan total investasi asing di Indonesia selama tahun lalu yang mencapai Rp 208,5 triliun, dengan pertumbuhan 54,2 persen dibanding tahun sebelumnya.
Negara yang paling banyak terlibat dalam proyek investasi industri kimia adalah Singapura. Selama 2010 terdapat 54 investasi oleh perusahaan Singapura dan 76 proyek yang merupakan gabungan beberapa negara. Sementara Inggris berada di bawah Singapura dengan 15 proyek dan Belanda menyusul dengan 13 proyek.
Tahun ini pemerintah merencanakan kerjasama dengan asing untuk membangun dua fasilitas naphtha cracker dan refinery. Salah satu investor asing yaitu Grup Lotte dengan nilai investasi US$5 miliar. Menteri Hidayat optimistis jika ini terealisasi, dalam lima tahun kebutuhan nafta dan kondensat bisa terpenuhi.
KARTIKA CANDRA