TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengecam tindakan kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Meski Ahmadiyah diakui menyimpang, NU tidak akan mentolerir penghakiman atas nama agama dengan cara kekerasan.
“Ahmadiyah memang menyimpang, tapi jangan dikerasi. Itu menunjukkan ketidakdewasaan, tapi tawuran anak kecil. Tak ada ajaran Islam yang menghalalkan kekerasan,” kata Siradj usai Rakernas Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, Minggu 27 Maret 2011.
Kekerasan pada satu aliran seperti Ahmadiyah, lanjut Siradj, hanya akan menimbulkan kekerasan lainnya dan tidak akan pernah menyelesaikan masalah. “Kalau satu dikerasi, maka akan timbul pertanyaan lain, kenapa yang lain tidak dikerasi? “
Ahmadiyah, lanjut Siradj, adalah warga Negara Indonesia yang perlu dihargai, dilindungi dan memiliki hak-hak hukum atas kewajibannya sebagai warga negara. “Yang perlu diperangi adalah musuh bersama seperti narkoba, miras, dan judi,” katanya.
Disinggung soal pelarangan Ahmadiyah melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur di berbagai wilayah Indonesia seperti Jawa Timur, Banten, dan Jawa Barat, NU, menurutnya tak mau ikut campur. Sedangkan terkait sikap Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X yang tak ikut-ikut mengeluarkan SK itu, secara implisit didukung Siradj.
“Soal pelarangan kita tidak mau urusi dan serahkan ke pemerintah daerah masing-masing. Kalau dianggap tidak ada masalah dan tenang-tenang saja, ya nggak perlu dilarang to ?” kata dia.
Di sisi lain menanggapi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang selama ini dianggap menjadi sumber masalah, Siradj menampiknya. “SKB itu bukan masalah dan merupakan kompromi paling maksimal yang bisa dicapai. Tapi implementasinya memang kurang disiplin”.
PRIBADI WICAKSONO.