TEMPO Interaktif, Jakarta - Organisasi Advokat Indonesia (OAI) memprotes putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis pidana tujuh hari kepada Made Rahman Marasambessy, pengacara Abu Bakar Ba'asyir. Menurut Ketua Umum OAI, Virza Roy Hizzal, setiap kuasa hukum memiliki karakter berbeda dalam membela kliennya.
“Vonis tujuh hari tersebut merupakan ancaman bagi kebebasan advokat dalam menjalankan profesi,” kata Virza dalam pernyataan tertulisnya, Senin (28/3).
Pertengahan Februari lalu, Made memprotes putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menghadirkan saksi persidangan secara teleconference. Saat melakukan protes, Made sempat membanting Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tidak suka dengan sikap made, hakim Herry Swantoro pun memberinya peringatan, sampai akhirnya mengusir Made dari ruang sidang.
Atas dugaan membuat gaduh di persidangan, hakim Singit Ellier memvonis Made telah melanggar Pasal 217 KUHP pada Jumat pekan lalu. Atas putusan itu, Made diwajibkan menjalani hukuman kurungan selama tujuh hari.
Virza menilai putusan hakim Singit terkesan arogan. Bahkan, Made tidak seharusnya menjalani persidangan karena saat gaduh dia sudah dikeluarkan dari ruang sidang sehingga unsur dugaan melakukan kegaduhan di ruang sidang menjadi hilang. “Kalau mau mempersoalkannya, seharusnya adukan Made ke sidang kode etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat dulu,” ujarnya.
Atas putusan hakim itu, Virza meminta Komisi Yudisial turun tangan memberi sanksi kepada Singit. Dia juga mendesak adanya nota kesepahaman yang membahas tentang perlindungan bagi advokat dalam melakukan profesinya. “Harus segera dibuat peraturannya,” kata dia.
CORNILA DESYANA