“Selama ini kata bersatu hanya di mulut saja. Kalau Demokrat tidak toleransi ke partai lain, koalisi ini rentan bubar,” kata Rauf saat dihubungi, Senin (28/3).
Perseteruan antara Partai Demokrat dengan partai koalisi, terutama Partai Keadilan Sejahtera berawal dari Sidang Paripurna DPR yang membahas hak angket. Sikap PKS dan Partai Golkar yang mendukung hak angket bertolak belakang dengan keinginan Partai Demokrat. Keputusan PKS dan Golkar itu dianggap Demokrat membelot dari koalisi.
Namun menurut Rauf, partai koalisi tidak perlu selalu seiya sekata. Tiap partai di koalisi masih memiliki hak untuk mempertahankan pendapatnya meski berbeda dengan keinginan partai lainnya. “Sedangkan Demokrat merasa semua harus satu suara,” kata Rauf.
Sikap Demokrat itu, lanjut dia, sebetulnya juga bertentangan dengan Presiden Susilo Bambang yudhoyono yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Dalam hal hak angket pajak, Yudhoyono tidak menunjukkan sikap bila PKS atau pun Golkar dilarang memiliki pendapat berbeda dengan partainya. “Hal itu terlihat dari putusan Presiden bila posisi PKS dan Golkar tidak dirombak dari koalisi.”
Karena perbedaan pandangan antara Demokrat dengan dewan pembinanya, Rauf berpendapat bila Yudhoyono harus menegur partainya itu. “Yudhoyono harus tegur Demokrat mengenai batasan dalam perbedaan pendapat di koalisi,” ujarnya.
CORNILA DESYANA