Harga bahan baku seperti malam, tutur Asiyati, dari semula 20 ribu naik menjadi Rp 35 ribu per kg. Kain katun kualitas bagus kereta kencana yang semula Rp 550 ribu naik menjadi Rp 925 ribu per pis (33 yard). “Ini belum termasuk bahan pewarna,” kata Asiyati.
Begitu juga untuk komponen lain seperti saga (pewarna) yang semula dari Rp 2,5 juta naik menjadi Rp 3 juta per kg. “Obat batik rata- rata naik 40 persen,” jelas Yuli, perajin lain.
Meski harga bahan baku naik, tetapi tingkat penjualannya masih stabil. Hal ini disebakan batik Kudus sudah dikenal luas di berbagai kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Solo dan Surabaya. Karena itu, kata Asyiati, tiap hari ia masih berproduksi dan tanpa mem-PHK buruhnya. “Saya masih punya 23 orang pembatik, dan satu bulan masih memproduksi 500 potong, ” jelasnya.
Batik buatan Asyiati berkisar antara Rp 100 ribu, dan tertinggi Rp 5 juta per potong. “Harganya sudah kami naikkan 25 persen,” kata Asyiati. Yang menjadi kendalanya, kata Asiyati, jika pesanan datang secara mendadak dan minta segera. “Modal batik empat kali lebih besar dibanding usaha border,” ucap Asiyati, yang mengaku modal putarnya di atas Rp 500 juta.
Bandelan Amarudin