Terapresiasinya nilai tukar rupiah dibawah 9 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) juga memberikan dampak cukup positif bagi inflasi domestik.
Ekonom dari BNI Securities, Wisnu Wardana mengemukakan, turunnya beberapa harga bahan pokok dibulan Maret ini dibanding bulan sebelumnya menjadi pendorong kemungkinan terjadinya deflasi bulan ini.
Harga cabai merah dibulan Maret turun 18,18 persen menjadi Rp 22.768 per kilogram dari bulan sebelumnya sebesar Rp 27.826 per kilogram. Disusul harga beras juga turun 3,86 persen menjadi Rp 7.050 per kilogram medari bulan lalu Rp 7.333 per kilogram.
Di bulan Maret ini diperkirakan akan terjadi deflasi 0,03 persen (MoM), sedangkan untuk inflasi tahunannya (YoY) sekitar 6,97 persen. “Namun,inflasi inti yang telah naik 0,8 persen dalam dua bulan pertama tahun ini akan memberikan tantangan lebih lanjut bagi regulator moneter,” paparnya.
Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuannya BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,75 persen dan juga merevisi target inflasinya menjadi 6,4 persen dari perkiraan sebelumnya antara 4 persen hingga 6 persen hingga akhir tahun.
Dari survei konsumen yang dilakukan oleh BI, Wisnu melanjutkan, telah menunjukkan tingginya ekspektasi kenaikan harga untuk enam bulan kedepan. Oleh karena itu, kita akan melihat pergerakan harga barang akan sangat berfluktuasi dalam waktu dekat karena tingginya permintaan dan karena ekspektasi pasar yang berlebih.
Faktor lain yang juga dapat mendorong kenaikan harga barang adalah lonjakan harga minyak mentah dunia yang sempat menyentuh hingga US$ 110 per barel baru – baru ini akibat kekhawatiran terganggunya pasokan minyak dunia, terutama ke Eropa karena gejolak politik di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Melonjaknya harga minyak mentah dunia juga turut menyulut harga minyak Indonesia (ICP) rata – rata di bulan Januari menjadi US$ 97 per barel, dan US$ 103 per barel dibulan Februari kemarin. Harga ini jauh melebihi asumsi Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 di level US$ 90 per barel.
Departeman Keuangan pada akhirnya akan menghadapi keputusan dilematis baik untuk meningkatkan defisit anggaran atau menaikkan harga bbm bersubsidi. Meskipun pilihan terakhir merupakan kebijakan yang sangat tidak populer di masyarakat.
“Kami melihat bahwa bulan Maret ini tingkat inflasi akan cenderung melambat dibandingkan dengan bulan Februari, bahkan bisa terjadi deflasi,” tuturnya.
Kondisi seperti ini tentunya harus direspon oleh bank sentral dengan mempertahankan suku bungat di tingkat 6,75 persen. Sehingga bisa tetap mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di kwartal kedua tahun 2011.
VIVA B. KUSNANDAR