Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dari Yogjakarta Dengan Gugatan

image-gnews
Hanung Bramantyo dalam pementasan Laskar Dagelan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.(TEMPO/Jacky Rachmansyah)
Hanung Bramantyo dalam pementasan Laskar Dagelan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.(TEMPO/Jacky Rachmansyah)
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Soimah meradang. Harga diri perempuan Yogjakarta ini terkoyak setelah seorang pemuda mengingkari janji untuk mengorbitakannya sebagai artis di ibukota. Dia ngamuk karena sudah memberikan segalanya –termasuk kehormatan-- untuk menebus janji itu, eh, malah dicampakkan. “Mentang-mentang aku orang daerah maka kamu orang pusat bisa bertindak seenaknya, ha!” teriaknya melengking.

Hanung Bramantyo, pemuda itu, kelimpungan. Ia menjawab berbelit-belit. Namun kepada Pakde-nya Soimah dan Den Bei, tetua kampung, akhirnya mengaku bahwa ia lebih mencintai ibu Soimah yang sudah renta. ”Jadi kamu sebenarnya ingin menikahi ’situs sejarah’ itu?” kata Pakde sambil menunjuk Yu Ningsih, Ibu Soimah. Tawa penonton meledak!

Adegan dalam pementasan musikal plesetan ”Laskar Dagelan: From Republik Jogja With Love” di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 29-30 Maret, itu adalah salah satu pesan yang berkali-kali ditegaskan di panggung: Jangan kacaukan ketentaraman Yogjakarta Hadiningrat!  Sebuah pesan yang disamarkan dengan berbagai adegan dan dialog kocak sepanjang hampir tiga jam pertunjukkan.

Ini pentas yang tampaknya memang dikemas untuk merepson ide Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono agar Gubernur Daerah Istimewa Yogjakarta dipilih lewat pemilihan dan bukan penetapan seperti selama ini. Butet Kartaredjasa, produser Laskar Dagelan, sebelum pertunjukkan mengatakan bahwa Indonesia itu majemuk namun sekarang ada upaya untuk menyeragamkan. ”Maka kita jawab dengan pementasan ini: bahwa majemuk itu keren!,” kata dia.

Dan pertunjukan yang disutradari Djaduk Ferianto ini dibuka –harus diakui-- dengan sesuatu yang keren pula. Panggung memperlihatkan suasana pagi di Yogjakarta yang demikian tenteram. Di sisi kiri terpacak Tugu Yogja yang terkenal itu. Matahari pagi menyapu lembut dari Timur. Kokok ayam jago membawa imaji penonton ke perkampungan yang damai. Seorang pesepeda ontel melintas pelan. Tenteram sekali...

Lalu terdengar radio yang menyiarkan pidato Presiden. Isinya menyentil keistimewaan Yogjakarta. Dia mengatakan bahwa sistem monarki tidak boleh bertabrakan dengan NKRI yang lalu disambut tepuk tangan. Kita tahu pertunjukkan ini lalu akan berkembang jadi ajang ger-geran ketika pesepada  itu nyeletuk,”Orang Jakarta sungguh aneh. Tabrakan, kok, ditepuk tangani,” katanya sambil ngloyor pergi.

Pilihan mengemas pementasan ini dengan basis dagelan, membuat alur cerita tidak penting lagi. Agus Noor, sang penulis cerita, menyandarkan kisahnya pada tokoh-tokoh yang membuka peluang dagelan ala Yogjakarta dieksploatasi seluas mungkin. Lihatlah,misalnya, dalam adegan Gareng yang tengah mabuk dan mulutnya terasa sepat. ”Aku ingin meludah, tapi mulutku dimana?”

Pilihan karakter Agus Noor  memang terlihat disiapkan untuk mengocok perut penonton. Lihatlah Trio Punakwan (digawangi Wisben, Joned, dan Gareng Rakasiwi) yang resah karena seret job. ”Para politisi Senayan sudah lebih lucu,” kata mereka.

Lalu ada Den Bei (Marwoto), mahasiswa (Dibyo Primus), intel dan Superman (Hendro Plered), pemudi (Soimah), penjual gudeg dan ibu pemudi (Yu Nigsih), dan Pakde Soimah yang diperankan Susilo Nugroho. Ini adalah nama-nama pelaku kesenian tradisi yang sudah kondang di Yogjakarta. Lalu ada bintang tamu Hanung Bramantyo yang didapuk menjadi pelancong Jakarta yang ”ngerjain” Soimah. Tampaknya ia juga personifikasi dari polah tingkah kekuasaan di ibukota yang berusaha ngogrek-ogrek ketentaraman daerah.

Meski bertaburan dagelan Mataraman di sepanjang permainan, Jaduk terlihat berusaha membuka ruang eksplorasi estetika pementasan, salah satunya, dengan cara mengandeng tokoh Hiphop Jawa, Marjuki (Kill The DJ) untuk menggarap musiknya. Ini pilihan yang menarik karena tersedia peluang untuk mendialogkan seni tradisi dengan kultur moderen.

Bagamanakah hiphop yang dinamis itu bisa mejalin interaksi dengan spontanitas-spontanitas yang menjadi ”bawaan lahir” para seniman tradisi itu?

Di panggung, tak selamanya proses itu mampu menghadirkan sintesa dua domain seni itu secara mulus. Meski samar, masing-masing entitas terkesan masih terlihat berdiri sendiri—meski tetaplah mampu menghibur. Toh, di beberapa adegan mereka berhasil tampil memukau, setidaknya dalam dua adegan yang memperlihatkan tembang Soimah berkolaborasi dengan hiphop yang dibawakan Jogja Hiphop Fondation. Koreografi tarinya pun mampu lebur dalam pengadegan. Dan seperti sudah disebutkan, adegan pembuka juga salah satu yang terbaik dalam pentas ini.

Dari Yogjakarta Hadiningrat para seniman ini mengirimkan gugatannya pada kekuasaan di Jakarta dengan cara yang paling mereka kuasai: dagelan! Sebab, kelakuan para petinggi di Jakarta itu selama ini mereka lihat sudah demikian ndagel ndak karu-karuan...

Tulus Wijanarko

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tampil Kasual dengan Baju Flanel

4 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee


Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

12 hari lalu

Seorang gadis dengan blus ala boho chic menghadiri Coachella Valley Music & Arts Festival 2016, di Indio, California.  Matt Cowan/Getty Images for Coachella
Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

Gaya Boho Chic pada dasarnya adalah gaya santai yang menggabungkan unsur-unsur hippie, nomaden, dan vintage. Begini lebih jelasnya.


Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

17 hari lalu

Victoria Beckham. Instagram.com/@victoriabeckham
Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

Koleksi Victoria Beckham dan Mango yang terbaru dari rangkaian kolaborasi para penggemar street fashion


Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

21 hari lalu

Terdakwa kasus pencemaran nama baik, Ahmad Dhani mengenakan peci hitam saat menjalani sidang lanjutan di PN Surabaya, Selasa, 12 Februari 2019. Saat ini Dhani sedang menjalani sidang atas kasus yang terjadi di Surabaya. ANTARA/HO/Ali Masduki
Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.


Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

32 hari lalu

Pegiat industri fashion di Yogyakarta mengikuti event  Ramadhan Runway 2024 yang digagas Indonesia Fashion Chamber di Yogyakarta 15-24 Maret 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

Komunitas Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta meyakini, besarnya pasar wisatawan di Yogyakarta menjadi anugerah tersendiri untuk terus menghidupkan ekonomi kreatif di Kota Gudeg.


Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

50 hari lalu

Desainer, pengusaha, dan direktur kreatif IKAT Indonesia, Didiet Maulana/Foto: Doc. Pribadi
Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

Didiet Maulana, Direktur Kreatif Ikat Indonesia memberikan tips padupadankan gaya berpakaian ala jurnalis.


IDFES2024: Revolusi Fashion Lokal

6 Februari 2024

Revolusi Fashion Lokal dalam Indonesia Fashion Ecosystem Summit  (IDFES 2024)
IDFES2024: Revolusi Fashion Lokal

IDFES 2024 yang pertama di Indonesia ini bertema "Revolusi Fashion Lokal" yang akan menjadi creative hub untuk mendorong inspirasi.


Anies Baswedan Konsisten Tampil dengan Busana Formal di Debat Capres, Pengamat Mode Sebut Kode Ini

5 Februari 2024

Anies Baswedan Konsisten Tampil dengan Busana Formal di Debat Capres, Pengamat Mode Sebut Kode Ini

Anies Baswedan kembali tampil konsisten dengan gaya formal hingga debat capres kelima yang diadakan KPU. Pengamat mode kaitkan dengan kode.


Tampil Paling Formal, Anies-Cak Imin Kenakan Jas Hitam di Debat Capres Kelima

4 Februari 2024

Pasangan Capres-Cawapres no urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tiba dalam debat capres terakhir di JCC, Minggu, 4 Februari 2024. Cuplikan YouTube KPU
Tampil Paling Formal, Anies-Cak Imin Kenakan Jas Hitam di Debat Capres Kelima

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), tampil paling formal pada debat capres kelima.


Gaya Ganjar-Mahfud dengan Jaket Varsity di Debat Capres Kelima

4 Februari 2024

Pasangan Capres-Cawapres no urut 03,  Ganjar Pranowo-Mahfud MD tiba dalam debat capres terakhir di JCC, Minggu, 4 Februari 2024. Cuplikan YouTube KPU
Gaya Ganjar-Mahfud dengan Jaket Varsity di Debat Capres Kelima

Ganjar Pranowo dan Mahfud Md memutuskan untuk mengenakan jaket universitas alias jaket varsity dalam debat capres kelima.