“Bantuan pasti sangat sulit dikirim, karena tidak bisa melalui jalan darat, lewat sungai juga repot karena sudah jatuh korban. Bisanya hanya menggunakan helikopter yang disewa,” kata Aloysus Giay, tokoh masyarakat Paniai dan Kepala Rumah Sakit Abepura, Jayapura, Ahad (3/4).
Menurut dia, penanganan korban banjir sudah harus sedini mungkin dilakukan pemerintah. “Ini sudah sampai dua minggu lebih, perlu ada tim untuk menangani pengungsi dan tim untuk penghitungan kerugian,” ujarnya.
Ia mengatakan, jarak dari Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai, ke lokasi bencana butuh belasan jam. Jalan darat yang dibangun juga hanya setengahnya saja. “Jalan juga rusak, bagaimana bisa bantuan cepat sampai ke kampung yang letaknya di pedalaman itu,” ujarnya.
Hingga hari ini, sekitar 6000 pengungsi masih bertahan di lokasi pengungsian. “Banjir di beberapa kampung sudah surut, tapi saya belum tahu apakah ada upaya pembersihan agar warga tidak terkena penyakit atau tidak.”
Sementara itu, Kepala Kampung Obaipugaida, Distrik Ekadide, Fabianus Degei mengatakan, sebagian besar warga belum menerima bantuan dari pemerintah. “Bahan makanan sulit didapat karena kebun warga rusak,” katanya.
Baca Juga:
Ia meminta keseriusan pemerintah agar tidak jatuh korban akibat kelaparan. “Bahan persediaan kita sudah habis, mereka yang tinggal di tenda-tenda juga masih susah mendapat makanan.”
Banjir Paniai terjadi akibat meluapnya sungai di daerah pedalaman. Luapan mencapai dua meter mengakibatkan belasan ribu warga mengungsi ke ketinggian. Wilayah yang dilanda banjir antara lain, Distrik Ekadide dengan tingkat kerusakan mencapai 90 persen, kemudian Dibebeda Libida, Gebo, Paniai Barat, Paniai Timur, Yasamo dan Agadide.
JERRY OMONA