Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mencatat, pada 2005 menerima sekitar 2 ribu aduan pemilik kartu kredit, yang sebagian besar aduan mengeluhkan perilaku tidak manusiawi para penagih utang saat nasabah tak membayar tepat waktu.
Bagaimana seharusnya prosedur penagihan hutang yang dilakukan pihak ketiga? Direktur PT Bareta Indojasa, Erick R Telussa, perusahaan penyedia jasa penagih utang, tak membolehkan praktek yang melanggar hukum dalam menagih.
Bareta memberlakukan prosedur baku dalam bekerja. "Penagih tidak boleh sampai berbuat kriminal pada nasabah. Sekalipun kami dipukul, kami harus menghindar," ujar Erick saat dihubungi Tempo, akhir pekan lalu.
Erick memaparkan, dalam melakukan tugasnya penagih menggunakan seragam, kartu identitas, dan dibekali surat kuasa. Jika penagih terdiri dari tiga orang (satu tim), terlebih dahulu akan meminta izin pada Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) di wilayah nasabah tertagih.
"Kalau bawa banyak orang biasanya pandangan masyarakat sudah jelek, makanya kami berkoordinasi," kata Erick. Selain itu Bareta tidak menggunakan istilah "debt collector" melainkan "tim negosiasi". Dalam menagih, Erick menggunakan cara persuasif terlebih dulu, sambil mengenali tipe nasabah.
Nasabah dikategorikan menjadi nasabah yang menerima penagih dengan baik hingga melakukan akal-akalan seperti berbohong kepada penagih. Jika pengutang mengaku belum bisa membayar, penagih akan melakukan observasi dan mengajukan negosiasi.
"Kalau belum bisa bayar tapi punya mobil, kami desak mereka untuk menjual. Atau pakai cara lain. Yang penting urusan utang selesai. Atau negosiasi waktu pembayaran," kata Erick.
Bareta akan menurunkan banyak personel, tergantung seberapa besar utang yang ditagihkan. Patokannya nilai utang Rp 500 juta ke atas, Bareta akan mengirim satu tim yang berisi tiga orang. "Kalau nasabah masih bandel juga, kami kirim dua tim," ujar dia.
Erick mengatakan, pihak bank atau penerbit kartu kredit biasanya akan menyerahkan penagihan pada pihak ketiga, setelah periode tertentu dimana nasabah sudah tidak bisa ditangani penagih internal bank (in-house). "Biasanya lebih dari 150 hari tak tertangani oleh bank, baru menyerahkan pada pihak ketiga," katanya.
Praktek penagihan oleh pihak ketiga telah diatur berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tanggal 13 April 2009 mengenai Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.
Dalam aturan itu terdapat ketentuan pihak penerbit kartu kredit dengan menggunakan pihak ketiga sebagai penagih. Dalam poin D disebutkan, penagihan oleh pihak lain diperbolehkan jika kualitas tagihan kartu kredit termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet sesuai standar Bank Indonesia.
Penerbit karu kredit harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain dilakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum, dan menyertakan klausul tentang tanggung jawab penerbit kartu kredit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat kerjasama dengan pihak lain.
DWITA ANGGIARIA