Denpasar-Ekspor barang-barang kerajinan kayu dari Bali terus mengalami penurunan khususnya ke negara-negara Uni Eropa. Diduga hal itu karena penerapan prosedur yang lebih ketat dalam pencegahan barang-barang dari kayu ilegal.
“Karena itu pengrajin kami membutuhkan pembinaan khusus soal legalitas itu,” kata Ketua Harian Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali Ni Wayan Kusumawati, hari ini.
Bali mengapalkan patung dalam berbagai bentuk dan ukuran hasil sentuhan tangan-tangan terampil seniman Bali ke sejumlah negara tujuan ekspor. Sepuluh negara tujuan utama ekspornya adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Australia, Hongkong, Italia, Belanda, Taiwan, Inggris dan Perancis.
Pada bulan Januari lalu, ekspor hanya sebesar US$ 4,27 juta menurun 18,53 persen dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 5,34 juta. Sedangkan tahun lalu, ekspor menyumbang devisa US$ 77,8 juta, turun dari US$ 82,4 juta pada tahun sebelumnya dan US$ 92,6 juta pada 2008.
Menanggapi hal itu, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Kehutanan Firman menyatakan, pemerintah telah menerbitkan kerangka kebijakan verifikasi legalitas kayu dalam mendorong ekspor produksi kayu Indonesia ke pasar internasional. Pada tahun 2009 Indonesia menetapkan kebijakan dalam penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dan penilaian/verifikasi legalitas kayu (VLK).
Implementasi SVLK ini juga akan berlaku bagi industri meubel dan handicraft yang didominasi oleh pengusaha kecil dan mikro , yang memiliki banyak keterbatasan untuk mengimplementasikan sistem ini. “Kami menyadari keterbatasan dalam pendokumentasian rantai produksi, juga keterbatasan modal untuk membangun dan menerapkan serta melakukan assesment terhadap sistem rantai produksinya,” ujarnya.
Bali, kata dia, merupakan salah satu jendela penting bagi implementasi SVLK di Indonesia. Tingginya jumlah pengrajin dengan bahan dasar kayu yang berorientasi ekspor dan keberadaan Bali sebagai halaman depan Indonesia menjadikan implementasi SVLK di Bali akan memberikan nilai yang sangat strategis bagi Indonesia.
Kementerian Kehutanan bersama Multistakeholder Forestry Programe(MFP-KEHATI) akan memfasilitasi pendampingan bagi UKM. Program tersebut akan berlangsung sampai Juli 2011 mendatang. “Diawali dengan pelatihan Chain of Custody bagi pendamping yang,” kata Diah Raharjo,Direktur Program MFP-KEHATI.
ROFIQI HASAN