TEMPO Interaktif, Jakarta - Volume ekspor timah pada bulan Maret kemarin naik 46 persen dibandingkan Februari. Kenaikan ekspor karena curah hujan di daerah pertambangan di Bangka menurun. Sehingga, kegiatan pertambangan bisa berjalan lancar dan produksi timah naik.
Berdasarkan data Kementerian perdagangan, pada Maret 2011, volume ekspor timah mencapai 9051 ton. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan Februari yang hanya 6181 ton. "Rendahnya volume ekspor pada Februari karena pengaruh hujan yang tinggi," kata Kepala Sub Direktorat Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan, Junaedi di Kantornya, Rabu (13/4).
Beruntungnya, harga timah di pasaran dunia masih cenderung tinggi. Sehingga, nilai ekspor juga naik lebih besar lagi. Jika dirata-ratakan, harga timah pada Maret mencapai US$ 28 ribu per ton. Sampai 12 April, harga timah di bursa London Metal Exchange bahkan mencapai US$ 32550 per ton.
Lebih lanjut Junaedi mengatakan bahwa ekspor timah ke Jepang pada Maret tidak terganggu. "Volume ekspor ke Jepang justru naik," ujarnya.
Pada Maret lalu, ekspor ke Jepang mencapai 304,64 ton dengan nilai US$ 9,514 juta. Padahal, pada Februari, ekspor timah ke Jepang hanya 95,37 ton dengan nilai US$ 2,926 juta.
Ekspor ke Jepang tidak terganggu karena industri hilir yang membutuhkan timah masih beroperasi lancar. Biasanya, timah digunakan sebagai bahan baku industri elektronik. Apalagi lokasi industri tidak dekat dengan wilayah yang terkena bencana gempa dan tsunami. "Lagipula, timah bukan bahan baku primer dan bisa distok," ujarnya. Sehingga, tidak ada gejolak pada permintaan timah.
Namun, Junaedi memperkirakan, ke depan, bisa jadi ada dampak negatif pada industri di jepang secara umum. "Kita lihat nanti, mungkin pengaruhnya baru terasa pada ekspor timah bulan April," kata Junaedi.
Eka Utami Aprilia