TEMPO Interaktif, Palopo - Puluhan mahasiswa Universitas Cokroaminoto Palopo unjuk rasa menolak aparat kepolisian menjadi dosen di kampusnya. Mereka meragukan kompetensi polisi dan mengacu sikap mahasiswa yang melarang petugas kepolisian masuk areal kampus.
Aksi yang berlangsung pada Rabu 20 April 2011 siang itu dipimpin Muhammad Khalil. "Kami menolak polisi sebagai dosen, apalagi sampai mengajar di kampus ini," ujar Khalil. Polisi yang dimaksud, menurut Khalil, yaitu Ajun Inspektur Satu Patobun Sarambuna, yang sehari-hari menjabat Kepala Unit Bagian Pengumpulan Keterangan Polsek Wara.
Patobun merupakan dosen mata kuliah Bahasa Indonesia. Tuntutan lain dari mahasiswa adalah menolak adanya denda bagi mahasiswa yang terlambat membayar uang sumbangan pendidikan sebesar Rp 900 ribu per semester. Jika terlambat mahasiswa harus membayar denda Rp 25 ribu.
Mahasiswa menggelar aksi di halaman kampus. Mereka membakar ban bekas di dalam aula. Tidak hanya itu, mahasiswa juga mengempiskan ban mobil milik kampus. Kendati ada aksi, aktivitas perkuliahan di kampus tersebut tetap berjalan normal.
Rektor Universitas Cokroaminoto Palopo Suhaedi membenarkan tenaga dosennya anggota polisi aktif. "Saya kira sah-sah saja polisi menjadi dosen. Yang penting adalah kualitasnya. Di Akademi Kepolisian kan juga rata-rata polisi menjadi dosen," katanya.
Menurut dia, dosen polisi direkrut oleh ketua program studi bahasa. Dia meyakinkan kualitasnya tidak jauh beda dengan dosen lainnya. Sedangkan terkait fasilitas yang dituntut mahasiswa, Suhaedi menjelaskan, saat ini pihaknya tengah membangun gedung baru.
Di gedung itu akan dibangun fasilitas laboratorium dengan perangkat multimedia terlengkap. "Laboratoriumnya dalam tahap pembangunan," katanya. Dia mengaku sudah melakukan pertemuan dengan mahasiswa yang menggelar unjukrasa. Beberapa tuntutan sudah diakomodir. "Tapi masih ada yang dalam tahap pembicaraan yang lebih lanjut," urainya.
MUHAMMAD ADNAN HUSAIN