Gamawan enggan menjelaskan detail revisi yang dia ajukan. Tapi, di antaranya menyangkut proses pembekuan ormas-ormas yang dianggap radikal. Pengawasan dan penindakan terhadap ormas radikal selama ini mengacu pada UU No. 8/1985 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1985.
Tapi, peraturan ini dirasakan kurang pas karena terlalu lambat dan berbelit. Ia menjelaskan ormas yang melakukan pelanggaran harus ditegur dulu sebanyak dua kali. Jika masih melanggar akan dibekukan. Jika tetap melanggar, baru dibubarkan.
Pembubaran ormas pun harus melalui fatwa Mahkamah Agung. Jika pembubaran diusulkan pemerintah daerah, harus dengan persetujuan menteri dalam negeri. Menurut Menteri, proses ini menjadi persoalan. "Jika dia sekarang melakukan lalu besok tidak lakukan bagaimana?" katanya.
Hal ini yang menyebabkan masyarakat merasa pemerintah tidak berbuat apa-apa dengan adanya ormas-ormas radikal yang ada saat ini. Sebabnya, peraturan hukum untuk penindakan ormas itu memang lambat dan terlalu panjang. Padahal peraturan hukum itulah yang menjadi pegangan pemerintah.
Revisi undang-undang keormasan akan memperpendek proses ini. Revisi ini juga akan mengatur ormas-ormas yang tidak terdaftar. Peraturan sebelumnya tidak mengatur tindakan terhadap ormas yang tidak terdaftar, sehingga jika ada ormas semacam ini bertindak radikal, pemerintah tak bisa berbuat apa-apa.
Baca Juga:
Sebelumnya Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsudin mengatakan pemerintah sedang menyusun rancangan undang-undang keamanan nasional untuk mengatasi ormas-ormas yang dianggap radikal. Ia mengatakan kementerian dalam negeri sudah mengawasi kegiatan ormas yang dianggap radikal.
Gamawan enggan menyebutkan berapa jumlah ormas yang masuk dalam kategori radikal dalam catatan mereka. Tapi, menurutnya, jumlahnya tak banyak. "Jangan lihat ormas yang nakal saja, yang baik pun lebih banyak," katanya lagi.
KARTIKA CANDRA