TEMPO Interaktif, Yogyakarta -Babi. Hewan itu terlihat sedang tertidur dengan tangan kiri menyanggah kepala. Adapun tangan kanannya, asyik memainkan sebuah apel. Ya, tangannya, juga kedua kaki patung babi itu memang tangan dan kaki manusia. Selebihnya, tetap babi.
Di atas tubuh tambun babi dewasa itu, tiga ekor kucit asyik dengan aktifitasnya. Satu bermain apel di atas perut dan satu lainnya memanjati pundak induknya. Adapun seekor terakhir, sibuk menyusu.
Demikianlah babi ditangan Laksmi Shitaresmi. Perupa wanita kelahiran Yogyakarta tahun 1974 itu menggunakan idiom babi untuk melambangkan keharmonisan. “Kebetulan anak-anak saya ada tiga,” kata dia, Kamis (21/4) malam kemarin.
Karya Laksmi berjudul Harmonies yang terbuat dari fiberglass dengan ukuran 60 x 105,5 x 59,5 sentimeter itu turut dipajang dalam pameran bersama kelompok Ilalang dengan tema Dream Scapes di Tembi Contemporary Yogyakarta. Kelompok ini berisikan lima perempuan. Selain Laksmi, ada juga Dyan Anggraini, Lucia Hartini, Wara Anindyah dan Juni Wulandari. Karya mereka akan dipamerkan selama sebulan, dari 21 April-15 Mei 2011 di galeri itu.
Dream Scapes, menurut Juni, adalah sebuah impian. “Mimpi perempuan,” kata perempuan kelahiran Jepara 1967 itu. Sisi keibuan dari seorang perempuan coba dieksplorasi dalam tiap karya dalam pameran itu. Bukan sekedar secara fisik semata, namun juga secara jiwa.
Misalnya saja, dalam karya yang berjudul Ritual Pagi, Juni menampilkan sebuah meja makan kayu. Di atasnya, tergeletak piring dan cangkir. Adapun di bawah meja, ada delapan pasang sepatu pria-wanita dalam berbagai ukuran.
Laksmi menambahkan, karya-karya yang ditampilkan memang terinspirasi dari pekerjaan sehari-hari sebagai seorang ibu. Bagi dia, jiwa seorang ibu, haruslah lembut dan bersih. Karena baik dan buruknya sifat anak-anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana seorang ibu mendidiknya. “Jiwa jangan sampai jiwa ini keruh,” kata dia.
Dalam hal ini, Laksmi menggunakan idiom botol. Lima botol alumunium berleher panjang dijajarkan. Masing-masing ujung botol berukuran 81 x 17 x 11 sentimeter itu berbentuk kepala-kepala perempuan. Melalui karya itu, dia mengungkapkan, isi botol harus bersih dan jernih.
Tak hanya karya tiga dimensi yang dipamerkan, ada juga karya dua dimensi. Semisal lukisan minyak karya lucia berjudul Crop Circle di atas kanvas berukuran 150 x 200 sentimeter. “Tentang fenomena alam,” kata perempuan perempuan kelahiran Temanggung 1959 itu.
Dia mengaku, karya lukisan yang terpajang dalam pameran ini memang menampilkan alam. Selain Crop Circle, ada juga karyanya yang berjudul Blue Hole dan Stone Window yang berukuran sama, 150 x 200 sentimeter. Jika Blue Hole menampilkan pemandangan gulungan ombak lautan, Stone Window menampilkan batuan cadas yang menjulang. “Saya ingin mendekatkan diri ke alam,” kata dia.
Farah Wardani, dalam tulisan pengantar di katalog, menuliskan problem gender dalam semesta kehidupan masyarakat sesusungguhnya tidak hanya dilihat dan dirasakan tapi juga dialami semua orang. Baik seniman atau non seniman. Karena itu, perkembangan seni rupa dalam konteks persoalan gender menjadi kompleks. Dan, seni rupa sebagai sebuah medan pertemuan proses kreatif merupakan satu sarana yang memberi saluran refleksi tak terbatas.
ANANG ZAKARIA