Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berbeda Dengan Tanaman Biofuel Lain, Tebu Mendinginkan Iklim  

image-gnews
Tebu Mendinginkan Iklim
Tebu Mendinginkan Iklim
Iklan
TEMPO Interaktif, Palo Alto - Daun serta batang tebu yang panjang dan langsing seperti bambu yang ditanam di Brasil ternyata dapat merefleksikan cahaya matahari kembali ke antariksa serta menurunkan temperatur di sekelilingnya. Hampir seperempat dari konsumsi bahan bakar kendaraan di Brasil berasal dari tanaman tebu. Penggunaan biofuel itu mengurangi emisi karbon dioksida yang biasa dilepaskan kendaraan berbahan bakar bensin.

Temuan studi baru ini mengklarifikasi temuan studi pada 2008, yang menyatakan proses produksi biofuel justru melepas lebih banyak gas rumah kaca, yang menjadi pemicu pemanasan global. Dua studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science itu menyimpulkan bahwa konversi lahan untuk menanam jagung, tebu sebagai bahan baku bioetanol, atau sawit dan kedelai untuk biodiesel, melepas karbon antara 17 dan 420 kali lebih banyak jika dibanding jumlah karbon yang dihemat dari pergantian bahan bakar fosil.

Kini para ilmuwan dari Department of Global Ecology, Carnegie Institution, di Palo Alto, Amerika Serikat, menemukan bahwa tanaman tebu mempunyai manfaat ganda. Perluasan kebun tebu di lahan yang sebelumnya ditanami tanaman pangan Brasil lainnya terbukti menyejukkan iklim lokal di sekitarnya. Tanaman itu tak hanya merefleksikan cahaya matahari kembali ke antariksa, tapi juga menurunkan temperatur udara sekitarnya ketika tebu "mengembuskan" air yang lebih dingin.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Climate Change itu adalah riset pertama yang mengukur efek langsung perluasan ladang tebu di lahan pertanian pangan dan padang rumput cerrado atau savana di Brasil Tengah terhadap iklim. Tim riset yang dipimpin Scott Loarie dari Carnegie Institution tersebut menggunakan data dari ratusan citra satelit yang mencakup lahan seluas 733 ribu mil persegi, sebuah kawasan yang lebih luas dibanding Negara Bagian Alaska.

Mereka mengukur temperatur, reflektivitas, serta evapotranspirasi, atau hilangnya air dari tanah dan tanaman ketika mereka mengeluarkan uap air. "Kami menemukan bahwa pergeseran dari vegetasi alami menjadi lahan pertanian atau padang penggembalaan menghasilkan pemanasan lokal karena tanaman hanya melepaskan sedikit air yang bermanfaat," kata Loarie. "Tapi tanaman tebu yang mirip bambu jauh lebih reflektif dan memberikan jauh lebih banyak air, hampir sama dengan vegetasi alami."

Penanaman tebu sebagai sumber bahan bakar hayati berpotensi memberikan solusi saling menguntungkan bagi iklim. "Menggunakan tebu untuk menghasilkan bahan bakar kendaraan mengurangi emisi karbon, sedangkan menanam tebu menurunkan temperatur udara setempat," ujarnya.

Para ilmuwan menemukan bahwa konversi lahan dari vegetasi alami yang menjadi padang rumput atau tanaman pertanian rata-rata menaikkan temperatur di cerrado sebesar 1,55 derajat Celsius. Namun konversi selanjutnya yang menjadi perkebunan tebu justru menyejukkan udara di sekitarnya dengan menurunkan suhu 0,93 derajat Celsius.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para ilmuwan menekankan bahwa efek yang menguntungkan ini hanya terlihat pada kebun tebu yang ditanam di lahan yang sebelumnya digunakan sebagai lahan pertanian atau padang rumput, bukan di daerah yang sebelumnya merupakan hutan atau vegetasi alami.

Selama ini perdebatan tentang efek ekosistem pada iklim hanya mempersoalkan dampak emisi gas rumah kaca. "Sekarang makin jelas bahwa efek langsung iklim terhadap iklim setempat yang berasal dari penggunaan lahan cukup signifikan sehingga harus dipertimbangkan sebagai elemen inti perubahan iklim akibat kegiatan manusia," kata Gregory Asner dari Department of Global Ecology, Carnegie Institution.

TJANDRA DEWI | SCIENCEDAILY

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

29 Mei 2023

Ilustrasi kekeringan. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
6 Penyebab Kekeringan, Dampaknya Bagi Manusia

Banyak faktor yang membuat fenomena kekeringan terjadi. Seperti badai El Nino 2015 di Indonesia dan masih banyak lagi.


Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

14 September 2022

Mahasiswa UGM Gagas Pemanfaatan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan. ugm.ac.id
Mahasiswa UGM Manfaatkan Aspal Jalanan Untuk Kurangi Peningkatan Suhu Perkotaan

Mahasiswa UGM menggagas inovasi pemanfaatan aspal sebagai kolektor panas Asphalt Thermal Collector untuk mengurangi peningkatan suhu.


Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

3 Juni 2022

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (tengah) menyalami pembalap tim Mercedes-EQ Formula E Nyck De Vries (kanan) saat Meet and Greet Pebalap Formula E di kawasan Monas, Jakarta, Kamis 2 Juni 2022. Ajang Jakarta E-Prix 2022 akan digelar pada Sabtu 4 Juli 2022. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Anies Baswedan Sebut Balap Formula E bukan Kongres atau Munas, Maksudnya Apa?

Anies Baswedan mengatakan balapan Formula E merupakan jawaban Jakarta untuk menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.


Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

24 September 2021

Dikta Yovie n Nuno atau Pradikta Wicaksono. Foto: Instagram Dikta.
Ketika Pradikta Wicaksono Kesal Disebut Dekil, Kurus, dan Gondrong

Pradikta Wicaksono mengungkapkan kejengkelannya ketika penampilannya yang disebut dekil, kurus, dan gondrong ini dikaitkan dengan tuntutan menikah.


Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

31 Agustus 2021

Ilustrasi Generasi Milenial. all-souzoku.com
Perbedaan Generasi Z dan Generasi Milenial, Siapa Lebih Peduli Lingkungan?

Setiap generasi memiliki ciri spesifiknya, apa perbedaan Generasi Z dan pendahulkunya, Generasi Milenial?


Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

31 Agustus 2021

Ilustrasi menggunakan ponsel sambil berjalan. bbc.com
Ciri Spesifik Generasi Z Lahir antara 1995 - 2010, Selain itu Apa Lagi?

Istilah Generasi Z berseliweran di media sosial. Apa sebenarnya yang dimaksud Gen Z ini dan bagaimana ciri-cirinya?


Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

20 April 2021

Faisal Basri. TEMPO/Jati Mahatmaji
Faisal Basri Serukan Boikot Bank yang Membiayai Proyek Batu Bara

Ekonom senior Faisal Basri ikut mendorong perbankan untuk tidak lagi membiayai proyek-proyek batu bara.


BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

6 April 2021

Pengendara motor melintas di samping tiang listrik yang patah akibat diterjang angin kencang di Kota Kupang, NTT, Senin, 5 April 2021. Angin kencang tersebut dipengaruhi badai siklon Seroja yang tengah terbentuk di wilayah NTT. ANTARA/Kornelis Kaha
BMKG Sebut Siklon Seroja Tak Lazim, Bisa Picu Gelombang Tinggi Mirip Tsunami

BMKG mengatakan dampak siklon ke-10 ini yang paling kuat dibandingkan siklon-siklon sebelumnya, Masuk ke daratan dan menyebabkan banjir bandang.


Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

18 Januari 2021

Menteri Sosial Tri Rismaharini membantu membungkus nasi saat mengunjungi Posko Banjir Desa Wonoasri di Tempurejo, Jember, Jawa Timur, Senin, 18 Januari 2021. Risma terlihat memegang centong nasi untuk membantu petugas yang tengah sibuk menyiapkan nasi bungkus ke korban bencana. dok.Humas Kemensos
Mensos Risma: Erupsi Gunung Semeru Mungkin Dampak Global Warming

Mensos Risma menyebut peristiwa erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur kemungkinan sebagai dampak dari pemanasan global atau global warming.


Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

15 Oktober 2019

Berkurangnya krill sebagai sumber makanan bagi penguin tidak hanya akibat pemanasan global, tapi juga karena perburuan besar-besaran oleh pabrik pengolah ikan. boredpanda.com
Cegah Global Warming, Pebisnis Tur Rick Steves Sumbang US$1 Juta

Pariwisata menyumbang pembuangan karbon dalam Global warming. Itulah yenga mendorong pebisnis tur Rick Steves menyumbang US$ 1 juta.