Naiknya impor disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan lampu dalam negeri yang juga terus meningkat. Konsumsi lampu dalam negeri tahun lalu mencapai 200 juta unit dan tahun ini meningkat menjadi 260 juta unit.
Namun sayang tingginya konsumsi lampu itu tidak banyak dinikmati oleh industri lampu dalam negeri. Pada 2010 impor lampu hemat energi yang semuanya berasal dari Cina mencapai sekitar 60 persen dari total konsumsi lampu dalam negeri, atau sebesar 161,25 juta unit.
Menurutnya, industri lampu dalam negeri keteteran bersaing dengan produk Cina karena lampu dari negeri tirai bambu itu masuk ke Indonesia dengan tarif nol persen. Padahal disisi lain industri lampu dalam negeri masih terbebani bea masuk komponen lampu untuk produksi antara 5-10 persen.
"Akibatnya biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk produsen lampu dalam negeri membengkak, bagaimana kita bisa bersaing?" katanya. Akibatnya utilisasi industri lampu di dalam negeri tidak bisa maksimal hanya sekitar 20 persen saja.
Ia berharap agar pemerintah melakukan pembatasan terhadap impor lampu dengan cara memperketat verifikasi penerapan SNI. Selain itu, penunjukan importir terdaftar (IT) elektronika harus diberikan kepada importir pedagang. “Bukan produsen, dan harus memperoleh lisensi dari principal atau perwakilan di dalam negeri,” katanya.
Direktur Industri Elektronik dan Telematika Kementerian Perindustrian, C Triharso mengatakan untuk membatasi laju impor lampu dari Cina, pemerintah berusaha menarik investasi Cina untuk memproduksi lampu di Indonesia. Diharapkan dengan ketersediaan komponen lampu di Indonesia, maka industri lampu di dalam negeri akan terbantu. “Karena biaya produksi bisa dipangkas,” katanya.
Menurutnya daya saing industri dalam negeri Indonesia saat ini sudah bermutu baik dan berstandar internasional. Sehingga pembatasan impor lampu akan dilakukan dengan penerapan SNI secara ketat.
AGUNG SEDAYU