TEMPO Interaktif, BANDUNG - Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf mengakui, jajaran aparat birokrasi di Jawa Barat sempat terpapar Ideologi Negara Islam Indonesia. "Dulu pernah ada," kata Dede Jusuf usai memimpin upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional di Gedung Sate Bandung, Senin, 2 Mei 2011.
Peristiwa itu, kata Dede, terjadi di era 1990-an. "Tahun 90-an, di Kota Bandung ini banyak, tidak hanya di Pemda saja, tapi di beberapa wilayah," katanya. Hasilnya? " Cukup banyak"
Meski begitu, Dede mengaku belum memantau lagi, apakah aktivitas kelompok NII saat ini menjangkau birokrat. Dia beralasan, fokus pemantauan baru di wilayah kampus serta tempat berkumpulya kelompok-kelompok tertentu.
Soal pantauan ke sejumlah pesantren yang disebut-sebut sebagai basis NII, Dede mengaku, belum bisa berbuat apa-apa karena tidak ada bukti. "Kalau baru katanya-katanya, praduga tidak bersalah itu tetap kita usung juga," katanya.
Sejauh ini, kata Dede, timnya sedang berupaya mengantisipasi gerakan. Pemerintah dan aparat baru bertindak tegas, jika sudah ada pelanggaran. Termasuk di dalam aksi penipuan, pemeriksaan hingga aksi teror.
Sebelumnya, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengakui Kelompok radikal Negara Islam Indonesia sudah menyusup ke birokrasi pemerintahannya. Meski begitu, Gubernur Atut mengakui tak bisa menindak pegawai itu karena menjadi PNS merupakan hak asasi.
Apalagi hingga saat ini tidak ada payung hukum yang melarang anggota NII tidak boleh menjadi PNS. "Tidak ada aturannya yang bersangkutan (anggota NII) tidak diperkenankan menjadi PNS," katanya.
Pengakuan serupa juga disampaikan Bupati Malang, Jawa Timur Rendra Kresna. Malah, kata Rendra. ada dua pegawai pemerintah kabupaten yang diketahui lenyap sejak dua pekan terakhir, yang diduga terkait dengan gerakan radikal itu.
Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek memastikan instansinya segera mengirim surat kepada semua gubernur, bupati, dan wali kota agar mengawasi pergerakan jaringan NII di wilayah masing-masing.
WDA | AHMAD FIKRI