Direktur Keuangan dan Administrasi Gidion Hasan mengatakan dari modal tersebut perseroan telah menggunakan US$ 30 juta untuk penjualan alat berat dan US$ 90 juta untuk kontraktor pertambangan. “Dana tersebut berasal dari right issue dan kas internal,” katanya setelah rapat umum pemegang saham di Hotel JW Marriot, sore hari ini.
Gidion mengatakan perseroan mengeluarkan 403.257.853 saham baru atau senilai Rp 6,07 triliun. Harga penawaran sebesar Rp 15.050 per saham. Menurut Gidion, 90 persen dana bersih yang didapat dari right issue bakal digunakan untuk meningkatkan kegiatan usaha batu bara.
Perseroan juga berhasil mencatat laba bersih tahun lalu mencapai Rp 3,87 triliun. Laba ini meningkat 1,45 persen dari periode tahun 2009 yang mencapai 3,82 triliun.
Peningkatan laba dikarenakan peningkatan pendapatan yang mencapai Rp 37,3 triliun meningkat 27 persen dari pendapatan tahun 2009 yang mencapai Rp 29,2 triliun. Presiden Direktur perseroan Djoko Pranoto mengatakan peningkatan pendapatan lantaran peningkatan pada penjualan mesin kontruksi, kontraktor pertambangan, dan pertambangan.
Djoko mengatakan penjualan alat berat tahun lalu mencapai 5.404 unit, atau melonjak 74 persen dari penjualan tahun lalu. Pangsa pasar perseroan pada penjualan alat berat mencapai 46 persen.
Ia optimistis perseroan akan mampu menjual 7000 unit pada tahun ini. “Bulan lalu sudah mencapai 767 unit yang terjual,” katanya.
Menurut Djoko total penjualan alat berat Komatsu pada triwulan pertama tahun ini telah mencapai 2.207 unit, atau melompat 81 persen dibanding penjualan tahun lalu sebesar 1.212 unit. Penjualan alat lain yang mengalami peningkatan antara lain UD Truck (Nissan Diesel) dari 244 menjadi 478 unit, dan Scania Truck dari 93 menjadi 143 unit pada triwulan pertama tahun ini.
Gidion mengatakan penjualan alat berat masih berfokus pada alat berat untuk sektor pertambangan yang mencapai 85 persen penjualan. Adapun penjualan alat berat untuk infrastruktur, lanjut Gidion, hanya mencapai 5 persen.
Djoko menampik bahwa tsunami Jepang Maret lalu akan mempengaruhi suplai alat berat ke Indonesia. “Kami optimistis target tersebut dapat tercapai,” ujarnya.
Sebab, alat berat yang didatangkan tidak sepenuhnya bergantung pada produksi jepang. Djoko menyebut beberapa mesin besar didatangkan dari Jerman dan Amerika Serikat. “Beberapa komponen juga dibuat di Indonesia dan Thailand."
AKBAR TRI KURNIAWAN