TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan menyebutkan pada Maret neraca perdagangan masih mengalami surplus senilai US$1,81 miliar. Meski begitu BPS mencatat perkembangan nilai impor bergerak lebih cepat dibanding peningkatan ekspor.
“Ada kecenderungan surplus mengalami penurunan,” kata Rusman di kantornya, Senin 2 Mei 2011.
Pada perdagangan Maret nilai ekspor mencapai US$ 16,29 miliar. Angka ini meningkat sebesar 13,03 persen dibanding ekspor Februari. Bila dibanding ekspor Maret 2010 angka ini mengalami peningkatan sebesar 27,53 persen. Dengan begitu, sejak Januari hingga Maret nilai ekspor mencapai US$ 45,31 miliar.
Peningkatan ekspor Maret disebabkan oleh peningkatan ekspor nonmigas sebesar 12,9 persen, yaitu US$ 11,8 miliar menjadi US$ 13,3 miliar. Ekspor nonmigas pada Maret didominasi bahan bakar mineral, lemak, dan minyak nabati/hewani, karet dan barang dari karet, peralatan listrik, biji dan abu logam, bubur kertas, dan bahan kimia organik.
Selama Maret perdagangan luar negeri lebih didominasi ekspor ke Jepang, Amerika Serikat, dan Cina. Untuk tiga negara ini total eskpor mencapai 32 persen dengan total US$ 4,3 miliar. Peningkatan ekspor nonmigas terjadi hampir ke semua negara seperti Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat, Singapura, Taiwan, Prancis, dan Australia, dan Inggris.
Ekspor migas juga mengalami peningkatan sebesar 13,64 persen dari US$ 2,6 miliar menjadi US$ 3 miliar. Peningkatan ekspor migas ini disumbang peningkatan ekspor minyak mentah sebesar 6,32 persen menjadi US$ 1,2 miliar. Ekspor hasil minyak juga naik sebesar 0,57 persen menjadi US$ 404 juta. Ekspor gas naik 25,45 persen menjadi US$ 1,4 miliar.
Dibanding nilai ekspor Februari, ekspor minyak mentah mengalami penurunan 0,41 persen. Sedangkan ekspor hasil minyak meningkat 0,32 persen dan ekspor gas naik 18,36 persen.
Di sisi lain nilai impor juga meningkat. Meski nilai ekspor masih tinggi, peningkatan jumlah impor makin besar. Nilai impor pada Maret sebesar US$ 14,48 miliar. Nilai ini naik 23,23 persen dibanding impor Februari yang hanya US$ 11,75 miliar. Sedang jika dibanding impor Maret 2010 yang US$ 10,97 miliar angka Maret naik 31,96 persen. Selama Januari hingga Maret nilai impor mencapai US$ 38,79 persen.
Meski nilai impor Maret meningkat tajam dibanding Februari, Rusman menilai hal ini sebagai sesuatu yang positif. Pasalnya, peningkatan impor lebih didominasi oleh barang modal dan bahan baku. “Ini menunjukkan skala ekonomi dalam negeri makin tinggi, sehingga membutuhkan barang modal dan bahan baku yang lebih besar,” katanya.
Nilai impor nonmigas terbesar pada Maret adalah golongan barang mesin dan peralatan mekanik dengan nilai US$ 1,92 miliar. Nilai ini naik 19,32 persen dibanding impor pada Februari. Sejak Januari-Maret nilai impor barang mesin dan mekanik ini sudah mencapai US$5,26 miliar.
Negara pemasok barang nonmigas terbesar selama Januari hingga Maret masih ditempati Cina dengan nilai US$ 5,30 miliar. Selanjutnya menyusul Jepang US$ 4,42 miliar dan Thailand US$ 2,58 miliar.
Selain perkembangan industri dalam negeri, menurut Rusman, peningkatan nilai impor bisa terjadi karena adanya perbaikan pencatatan di bea cukai terhadap barang impor. Apalagi sejak adanya perdagangan bebas, jumlah barang selundupan menjadi lebih sedikit karena berkurangnya bea masuk yang selama ini dihindari importir. “Sejak adanya free trade, lebih banyak barang impor yang tercatat dibanding tahun sebelumnya,” kata Rusman.
Nilai impor barang selama Januari hingga Maret dibanding periode yang sama tahun lalu mengalami peningkatan. Barang konsumsi naik 48,19 persen, bahan baku naik 31,32 persen. Sedang barang modal naik hingga 15,77 persen.
IRA GUSLINA