Kenaikan nilai impor lebih banyak disumbangkan impor bahan baku yang mendukung peningkatan industri manufaktur. Itu ditunjukkan dengan pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal pertama sebesar 5,15 persen. “Kami putuskan memberi insentif supaya tak membebani impor,” katanya.
Pemerintah akan terus mendongkrak industri manufaktur lantaran sektor tersebut yang banyak menyerap tenaga kerja kerja. Pada saat yang sama pemerintah akan meningkatkan daya saing industri lewat pembangunan koridor ekonomi.
Badan Pusat Statistik mencatat nilai impor pada tiga bulan pertama tahun ini naik 48,19 persen menjadi US$ 38,79 miliar. Periode yang sama tahun lalu, nilai impor tercatat US$ 14,48 miliar. Peningkatan impor itu lebih banyak didominasi oleh impor barang modal dan bahan baku.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan industri manufaktur pada kuartal kedua lebih tinggi dibanding kuartal pertama. "Pertumbuhan bisa menjadi 6 persen pada kuartal kedua," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat. Peningkatan itu dipengaruhi pertumbuhan sektor otomotif dan elektronika.
Namun, pertumbuhan industri lain tersendat, salah satunya industri makanan dan minuman. Pada kuartal pertama tahun ini sektor makanan dan minuman hanya tumbuh 3 persen. Bahkan tahun lalu pertumbuhan makanan dan minuman hanya 2,27 persen, menurun dibanding 2009 yang mencapai 11,29 persen.
Industri lain yang mengalami penurunan pertumbuhan adalah industri karet dan barang karet serta barang plastik yang turun 2,89 persen, kayu dan barang dari kayu turun 1,44 persen. Sedangkan penerbitan, percetakan dan reproduksi media rekaman turun 0,9 persen.
Hidayat berharap Cina bisa merealisasi komitmen investasi, terutama di sektor manufaktur. Selain itu, pemerintah berusaha mengurangi ekspor barang mentah. "Kalau bisa kita ekspor bukan barang mentah, tapi produk jadi. Setiap kita ekspor barang mentah, yang maju industri mereka,” tuturnya.
IQBAL MUHTAROM | AGUNG SEDAYU